Monthly Archives: May 2009

God Is Wrong ? “Apakah Tuhan Berbuat Salah”

PENGANTAR

Sosiolog terkemuka Max Weber, etos Jerman diformulasi-kan sebagai Etik Protestan yang bercirikan sikap rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan, hemat dan bersahaja, seta suka menabung dan berinvestasi. Adapun Jepang dikenal dengan Etos Samurai; Bersikap benar dan bertanggung jawab, berani dan kesatria, murah hati dan mencintai, bersikap santun dan hormat, bersikap tulus dan sungguh-sungguh, menjaga martabat dan kehormatan, serta mengabdi dan loyal.
Sayangnya sosiolog pada umumnya sekuler, tidak mau membaca isi kitab suci, suatu umat beragama, yang dapat disebut sebagai “sosiologi agama”. Tulisan ini Penulis susun ketika Penulis sedang menyelesaikan disertasi Sosiologi Program, doktor UI yang bekerjasama dengan Universitas Riau Tahun 2007.
Isi buku ini sangat ringan dan longgar, karena Penulis mengambil cerita, dan contoh-contoh pada sisi yang indah-indah saja. Sesuai dengan hobi Penulis. Niat di hati untuk menghibur sambil memberi ilmu kecil-kecilan kepada pembaca. Semoga Allah meredoi kita semua. Amin.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sesama muballig IKMI Riau dan Widyaiswara LPMP Riau, yang memberi motivasi kepada penulis membuat buku ini. Terima kasih juga kepada pendampingku Dra. Syarifah dan anak-anak kami:
1. Ahmad Al-Hawarizmi, 2.Nila Fadilah Sari , 3. Ummi Aini 4. Ali Shari’aty. Semoga buku ini bermanfaat.

Pekanbaru, 19 April 2007

Drs. M. Rakib Jane Mary, SH, M.Ag
NIP. 131 569 424

DAFTAR ISI

Motto i
Pengantar ii
Daftar Isi iii
Pendahuluan v
BAB I TUHANLAH YANG SALAH 1
A. Kata mereka yang kalah 1
B. Mengapa Menyalahkan Tuhan 2
C. Kata mereka yang menang 5
BAB II MENYALAHKAN TAKDIR TUHAN 9
A. Pandangan orang melayu tentang takdir 9
B. Takdir yang berlaku, di alam 11
C. Melawan takdir Tuhan 13
BAB III TUHAN BERDUSTA? 19
A. Datang juga ke pesta 19
B. Tuhan menciptakan Konflik? 21
C. Memprotes Tuhan 23
BAB IV PATUNG YANG DIPERTUHANKAN 27
A. Larangan membuat patung 27
B. Indahnya hukum Tuhan 29
C. Konklusi 30
BAB V AKU PERNAH MENYALAHKAN TUHAN 34
A. Lepasnya seorang gadis ke tangan orang lain 34
B. Masih salahkan Tuhan? 35
C. Aku mendapatkan keajaiban dari Tuhan 37
BAB VI TUHAN TEGA MENYAKSIKAN KEKEJAMAN? 40
A. Dahulu laki-laki poligami, dianggap kejam 40
B. Penderitaan wanita Barat 42
C. Yang bertuhan kepada nafsu 44
BAB VII AKU DIKURUNG TUHAN DI SEBUAH DUSUN 46
A. Kamu tidak akan menjadi orang 46
B. Suara hati adalah suara Tuhan 47
C. Tidak dihormati di tempat asal 48

BAB VIII YANG BURUK JELEK TAPI
MEMBANGGAKAN 52
A. Aku, anak yang terjelek 52
B. Yang Jelek juga ciptaan Tuhan 54
C. Kelebihan di dalam jelek dan buruk 54
BAB IX SIMPULAN DAN PENUTUP 57
DAFTAR BACAAN 60
LAMPIRAN 62

PENDAHULUAN

Kenapa buku ini penting? Karena nampaknya, Akhir-akhir ini, semakin banyak manusia yang jiwanya bergejolak hebat, mempertanyakan keadilan Tuhan. Mereka sudah putus asa menghadapi bencana alam, dan penyakit baru yang lebih mematikan. Mereka kehilangan rasa percaya diri dalam menghadapi konflik antara agama dan suku yang terus berkepanjangan. Berulang-ulang tanpa henti. Akhirnya mereka mengatakan “Tuhanlah yang salah”. Tuhan terlalu pelit untuk dapat hadir mempelihatkan eksistensi dirinya.
Ahmad Wahib, seorang pemuda muslim yang diasuh oleh seorang pastor yang baik hati, menyatakan “Tidak adil Tuhan apabila memasukkan ke neraka pastor yang sebaik itu, hanya karena di tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Pola pikir ini berbahaya. Ahmad Wahib baru, akan bermunculan. Ia terombang ambing di antara ideology, teroris dan jaringan liberal yang berfikir terlalu bebas.

Adapun bahasan, dalam buku ini ialah :
– Bagaimana menjadikan Melayu yang maju dengan tetap sebagai orang Melayu yang menyandang budaya Melayu sebagai jati dirinya, tidak pernah menyalahkan Tuhan.
– Berpikir merupakan budaya Melayu, tetapi budaya berpikir orang Melayu tidak berkembang secara signifikan. Keadaan ini menyebabkan etos kerja orang Melayu menjadi lemah, sehingga kehidupan mereka berpuruk dan tertinggal dibandingkan dengan etnis-etnis lain.
– Orang melayu harus menyadari bahwa keadaan mereka memang tertinggal dibandingkan dengan etnis-etnis lain di Asia Tenggara. Kesadaran ini hendaklah disambut dengan jiwa yang besar, sehingga tidak menimbulkan rasa iri dan dengki terhadap etnis-etnis lain yang lebih maju. Sebaliknya justru membangkitkan semangat bersaing yang kuat, sehingga membangkitkan hasrat untuk maju mengejar ketertinggalannya dari etnis-etnis lain yang sudah maju. Orang Melayu harus sadar bahwa mereka punya kesempatan untuk maju sama dengan etnis-etnis lain yang sudah maju.
– Supaya orang Melayu mengejar ketertinggalannya dari etnis-etnis lain itu, mereka harus bersedia membuka diri, mengakui kelebihan-kelebihan dan mau belajar kepada orang lain yang lebih maju.
– Ketertinggalan dan keterpurukan orang melayu dibandingkan etnis lain adalah gejala global. Karena itu, pengembangan budaya berpikir Melayu untuk memperkuat etos kerja Melayu, hendaklah merupakan suatu gerakan Melayu. Gerakan itu hendaklah disosialisasikan dan diberdayakan mulai dari level usia dan masyarakat paling bawah, sampai kepada yang paling atas.
– Ada kesalahan pemahaman mengenai makna takdir di kalangan orang Melayu, terutama yang tinggal di pelosok-pelosok negeri Melayu. Gejala ini ditandai dengan adanya beberapa pepatah Melayu yang fatalistis. Orang Melayu harus berani melawan kesalahan pemahaman mengenai takdir ini dan membangun optimisme.

Takdir itu, dapat diubah
Asalkan, giat, dan tabah
Diiringi, do’a kepada Allah
Kerja keras bernilai ibadah

Hancurkan mitos, pribumi malas,
Dunia perdagangan, jangan dilepas.
Disanalah kekayaan berlalu lintas,
Hanya diketahui oleh yang cerdas.

Berternak, berdagang, kerja Muhammad,
Ketika remaja, hemat, dan cermat,
Diwariskannya kepada ummat,
Agar hidup, tidak melarat

BAB I
TUHANLAH YANG SALAH

A. Kata mereka yang kalah

Seorang pemburu, mencari tempat yang dingin
Berteduh, di bawah, pohon beringin,
Akarnya bisa, tempat bermain,
Buahnya kecil seperti api lilin

Di sebelahnya berdiri pohon pepaya
Batangnya lembut, tidak berdaya
Buahnya sebesar, anak buaya
Tumbuhnya, di atas tanah paya

Kata pemburu, Tuhanlah yang salah,
Mengapa beringin, kecil buahnya,
Tidak sesuai, dengan, dahannya,
Tidak seimbang, dengan, akarnya.

Pohon, pepaya, terlalu lembut,
Tapi buahnya, besar bergayut
Tidak seimbang, tidaklah patut
Pemburu memprotes, tanpa rasa takut.

Tiba-tiba, buah beringin jatuh,
Menimpa wajah, matanya tersentuh,
Pemburu tidak lagi mengeluh,
Mendapatkan hikmah yang sungguh-sungguh.

Kalau buah beringin sebesar pepaya
Menimpa pemburu, mengenai mata
Pastilah ia akan celaka
Seumur hidup menjadi buta.

Itulah satu hikmah yang kecil
BahwaTuhan berbuat adil
Awalnya seakan-akan mustahil
Akhirnya diketahui, tiada hal yang ganjil

B. Mengapa menyalahkan Tuhan ?
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu. Boleh jadi kamu sangat menginginkan sesuatu, sedangkan hal itu tidak baik bagimu. Allah Mahatahu, sedangkan kamu, tidak mengetahuinya” (Q.S 2 : 216)
Kajian Swift (1965) pula melakukan pengamatan bahwa orang Melayu suka memiliki tanah supaya dapat hidup selesa dan sejahtera, tanpa bekerja keras. Hasil kajian Djamour (1959) hampir senada dengan Swift yang berkesimpulan bahwa orang Melayu ingin hidup senang, kenyang, dan tenang tanpa mau kerja keras. Apalagi bagi orang Melayu di Malaysia dulu, mereka bumiputera yang tidak mau bekerja di perusahaan timah dan bauksit serta kebun karet. Tidak seperti kaum pendatang: Cina, Jawa, dan India. Walaupun orang Melayu sadar mereka tidak dapat mengalahkan Cina dalam bisnis, tapi mereka tidak tertarik untuk mengikuti cara kerja mereka, yang sangat berlainan dan asing bagi orang Melayu (Wilson, 1967).
Beberapa etika kerja orang Melayu dahulu, dapat dipahami dari ungkapan dan pribahasa berikut ini.
Masyarakat Melayu mementingkan perkara yang berkaitan dengan etika kerja. Hal ini berkaitan dengan tata tertib, peraturan, nilai-nilai (agama dan adapt-istiadat) dan panda arah. Orang tua-tua Melayu menekankan kepada anak-anaknya supaya berhati-hati dalam bekerja dan mengambil keputusan.(Sudirman Sumari)

Tidak lari gunung dikejar
Orang Melayu disarankan tidak tergopoh-gapah dan selalu bersabar dalam bekerja. Sebab, hasilnya tidak akan baik.

Awal dibuat, akhir diingat
Pekerjaan yang dibuat secara tergesa-gesa selalu menimbulkan kesulitan dan tidak lengkap, tidak terurus. Oleh sebab itu, masyarakat Melayu jika hendak membuat suatu aktivitas selalu memikirkannya semasak-masaknya supaya hasilnya berjaya.

Alang-alang berdawat, biarlah hitam
Peribahasa ini bermakna jika mengerjakan sesuatu jangan asal-¬asalnya dan awalnya saja. Pekerjaan itu harus serius, jangan tanggung¬-tanggung dan harus sampai selesai.

Kerja beragak-agak tidak menjadi, kerja berangsur-angsur, tidak bertahan
Maknanya sesuatu kerja yang dibuat bertangguh-tangguh/ menunggu-nunggu akan berakibat tidak baik. Oleh karena itu, bila mengerjakan sesuatu harus sampai menjadi dan berjaya. Kenyataan ini sesuai dengan ungkapan, “diam ubi berisi, diam penggali berkarat”.

Sifat padi, semakin berisi semakin tunduk
Ular yang menyusur akar tidak akan hilang bisanya
Hanya orang yang bersungguh-sungguh saja yang akan hidup bahagia. Jika sudah berjaya jangan pula bersikap sombong dan tamak. Orang yang sukses, jika bergaul dengan orang kecil/kampung tidak akan menghilangkan martabatnya. Masyarakat Melayu selalu diingatkan untuk tidak sombong dan tamak, seperti pepatah berikut ini, Jangan diikut sifat lalang, semakin tua semakin tegak. Sebab hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Baru berlatih hendak berjalan, langsung tersembam
Etika kerja yang terburu-buru dan bersikap tamak tidak untuk diamalkan. Etika kerja yang demikian akan merusak kredibilitas pelakunya.

Selera bagai taji, tulang bagai kanji
Menanti nasi tersaji di mulut

Makna kedua peribahasa di atas yaitu selera mau yang tinggi dan enak, tetapi kerja malas. Tentulah cara seperti ini takkan membawa hasil, bahkan dihina oleh orang ramai.

Bekerja janganlah barulah dan degil
Sikap berhati-hati, berhemat, dan selalu waspada merupakan sikap yang terpuji seperti yang diperingatkan oleh beberapa peribahasa dan ungkapan berikut:

a. Berjimat sebelum habis, ingat sebelum kena;
b. Terdorong kaki, badan binasa;
c. Sepuluh kali diukur, sekali dikerat;
d. Padang perahu di lautan, padang hati di pikiran;
e. Berjalan pelihara kaki, bercakap pelihara lidah.

Hermat dan cermat merupakan amalan yang terpuji bagi orang Melayu
Hemat tidak berarti tamak, cermat tidak berhati lambat. Seperti ungkapan peribahasa berikut ini:
a. Hemat pangkal kaya, sia-sia hutang bertambah;
b. Jika hidup berdikit-dikit, lama-lama menjadi bukit;
c. Hendak kaya berdikit-dikit, hendak ramai bertabur urai.

Orang tua-tua juga mengingatkan, bahwa dalam mencari peluang kerja, zangan memilih-milih. Maksudnya jangan mencari kerja yang senang, tak mau bekerja berat. Itu bukanlah sikap orang Melayu yang ingin maju. Kerja yang perlu dipilih adalah kerja itu jangan “menyalah”, maksudnya jangan menyimpang dari ajaran agama dan adat-istiadat. Sesuai dengan pepatah-petitih kita, “kalau kerja sudah menyalah, dunia akhirat aib terdedah”
Keutamaan kerja, tercermin pula dalam memilih menantu atau jodoh. Orang tidak bekerja, lazimnya dianggap belum mampu “menghidupkan anak bininya”. Orang ini sepanjang dapat dielakkan, tidak akan dipilih menjadi menantu atau jodoh anaknya. Beberapa contoh di atas memberi petunjuk betapa orang Melayu sudah menanamkan nilai etos kerja dalam kehidupan masyarakatnya.

C. Kata mereka yang menang
Apalah jasaku kepada Tuhan, kok Tuhan begitu baik denganku. Begitulah kata mereka yang menang. Padahal kalah dan menang adalah atas izin Allah SWT.
Apa yang terjadi dari pihak kita umat manusia adalah kehendak Tuhan, sekalipun yang berupa pelanggaran hukum dan ketentuan-ketentuanNya. Dan kebebasan kita itu, sebagai anuge¬rah dan pemberian Tuhan semata, Tuhan yang menciptakan kita semua menurut kehendakNya. Tidak kita ambit atau merebutnya dengan paksaan. Dan kebebasan kita itu merupakan inti kehen¬dakNya. Maka dari sinilah kita faham maksud firmanNya

“Tapi tiada kamu berkehendak kecuali dengan kehendak Allah” Q.76:30
Kebebasan kita itu merupakan anugerah yang dikehendaki , Tuhan. Maka itu, amal perbuatan kita tidak bertentangan dengan kehendak-Nya. Tiada saingan dalam kekuasaan dan hukum-Nya.
Faham demikian mengenai kebebasan itu, tidak bertentangan dengan Tauhid. Dan tidak pula membuat sekutu-sekutu dengan Tuhan dalam kekuasaan dan perintah-perintahNya. Sebab kebebasan- kita untuk bersikap dan bertindak, adalah kehendak Tuhan.
Tentang Qadha dan Qadar, tentang takhyir (bebas pilih) dan tas-yiir (pengendalian), banyak orang yang salah faham. Mereka anggap Qadha dan Qadar itu, sebagai paksaan yang ber¬lawanan dengan fitrah naluri manusia. Dan faham anda demikian juga. Faham ini.dibantah Tuhan dalam sebuah firman :

“Jika Kami (Allah) menghendaki, Kami turunkan kepada mereka suatu ayat dari langit, dimana mereka pasti tunduk padanya “ Q.26:4.

Jelaslah sudah, bahwa Tuhan dapat memaksa tiap insan bertekuk lutut dan tunduk pada ketentuan-ketentuan-Nya. Tetapi tidak dilakukan-Nya. Sebab, mengindahkan ketentuan-ketentuan Tuhan dan hukum alarm berdasarkan pengetahuan dan kesadaran, tiada paksaan. Begitulah firman Tuhan :

“Tiada paksaan dalam agama ini. Sebab, sudah jelas apa yang benar dan yang tidak benar” 0.2:256

“Jika Tuhanmu (hai Muhammad) menghendaki, tentulah umat manusia seluruhnya beriman. Buat apa kau memaksa orang supaya beriman ?” Q. 10:99
Tiada paksaan dalam Sunnat Allah, tiada paksaan dalam ke¬tentuan-ketentuan Tuhan.
Karena itu, tak dapat diartikannya Qadha dan Qadar itu se¬bagai paksaan yang berlawanan dengan fitrah naluri insan. Tuhan menakdirkan bagi seseorang sesuai dengan watak dan tabi’atnya, menurut niat dan ikhtiar atau pilihannya. Tak lain. Dan tas-yiir (pengendalian) merupakan ikhtiar (pilihan) manusia sendiri. Tuhan mengendalikan tiap insan menurut niat dan keinginan ser¬ta tujuannya :

“Barang siapa ingin panen akhirat, Kami (Allah) tambahkan panen itu baginya. Dan barang siapa inginkan panen dunia, Kami berikan juga kepadanya”. Q.42:20

“Karena jalan fikiran mereka tidak sehat, maka perbuatan mereka bertambah buruk” Q.2:10

BAB II
MENYALAHKAN TAKDIR TUHAN

A. Pandangan orang Melayu tentang Takdir
ALKISAH, terjadilah perdebatan sengit antara Mahathir Muhammad (waktu itu belum jadi PM Malaysia) dengan Prof. Ungku Aziz, pakar ekonomi yang waktu itu Vice Chancelor (wakil rektor) Universitas Malaya. Perdebatan itu terjadi di sebuah seminar di Kuala Lumpur tahun 1960 yang membahas sebab-sebab rendahnya kemampuan mahasiswa Melayu menghadapi ujian, sehingga banyak yang gagal. Mahathir mengatakan salah satu penyebab rendahnya kemampuan mahasiswa Melayu adalah faktor keturuan. Mahathir bermaksud menyoroti faktor intrinsik tertentu yang menghambat perkembangan orang Melayu.
Koran-koran Indonesia, baik yang terbit di pusat maupun di Riau, tak pernah secara khusus menyajikan kolom tetap mengenai pola berpikir ini. Namun di toko-toko buku amat banyak dijual buku-buku tentang cara menggunakan otak ini, ditulis oleh penulis-penulis Barat, maupun oleh wiraswastawan Indonesia sendiri. Di Jepang, buku-buku mengenai cara berpikir modern ini, terutama yang ditulis oleh penulis¬-penulis non fiksi Barat, laku seperti “pisang goreng”. Keadaan itu amat mempengaruhi cara berpikir generasi muda negeri matahari terbit itu.
Seperti halnya orang-orang Melayu-Malaysia, orang Melayu-Riau pun perlu mempelajari teori-teori tentang pola-pola berpikir modern. Menurut Norman Vincent Peale tadi, penemuan terpenting di abad 20 ini adalah, bahwa manusia bisa mengubah pola hidupnya dengan cara mengubah pola berpikirnya. Orang Melayu bisa mengubah pola berpikirnya, semodern apa pun, tentu saja kalau mau, karena Melayu memiliki etos berpikir yang kuat. Membentuk pola pikir itu amat penting karena menyangkut efisiensi dalam berpikir dan efektifitas dalam bertindak. Walaupun Melayu memiliki etos berpikir yang kuat, tetapi kalau budaya berpikir itu tidak berkembang, maka yang terjadi adalah kekerdilan dalam menggunakan akal, sehingga sudut pandangnya sempit. Selanjutnya terjadi pula pemborosan potensi berpikir yang ujungnya tindakan yang tidak efektif, sehingga berkesan tidak rasional. Padahal etos berpikir kita jelas, pikir itu pelita hari, ikut hati mati, ikut rasa binasa.
Kebudayaan Melayu pun sebenarnya bisa menerima perubahan-perubahan, termasuk perubahan dalam pola berpikir. Sebab orang Melayu memiliki pula etos perubahan dan pembaharuan yang tegas dengan pepatahnya berbunyi, “Sekali air bah, sekali tepian berpindah”, atau juga pepatah ini :

Akal tak sekali tiba,
Pikiran tak sekali datang
Alah bisa tegal biasa
Habis akal, baru, tawakkal.

Maknanya, suatu pekerjaan yang susah, kalau biasa dilakukan akan menjadi mudah. Mengubah tabiat memang susah. Dalam budaya Melayu ada pepatah berbunyi, “Bagai Mengubah Takuk”. Yang artinya, sangat susah mengubah kelakuan seseorang yang sudah menjadi kebiasaannya. Namun dalam budaya Melayu ada pula pepatah yang bebunyi, “Belakang parang pun kalau diasah akan tajam”. Maknanya, orang yang bodoh, jika rajin belajar akan pandai juga. Dapat juga diartikan, suatu pekerjaan yang sulit kalau dikerjakan secara terus-menerus dengan tekun, lama-lama akan menjadi senang juga.
Begitu juga halnya dengan tabiat orang Melayu. Kalaupun ada orang Melayu yang malas, culas, iri, dengki, menunggu dan sifat-sifat negatif lainnya, bisa berubah menjadi sebaliknya, jika mereka mau berusaha untuk mengubahnya. Biasanya meninggalkan perangai yang negatif dan menggantikannya dengan yang positif.
Orang melayu yang mendasarkan budayanya dengan teras Islam selalu memandang bekerja merupakan ibadah, kewajiban, dan tanggung jawab. Bekerja sebagai ibadah merupakan hasil pemahaman orang Melayu terhadap Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Terdapat ayat Al-Qur’an yang mengatakan “Apabila kamu telah selesai melaksanakan shalat, maka bertebaran kamu dipermukaan bumi (untuk mencari rezeki dan rahmat Allah). Pada ayat yang lain dikatakan, “Maka apabila telah selesai (dari suatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (Q.S. Alam Nasyrah : 7). Beberapa Hadits Nabi yang mendukung budaya dan etos kerja Melayu diantaranya, “Bekerjalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu hidup selama-lamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok pagi” (H.R. Muslim). Hadits lain mengatkaan, “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang bekera dan trampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza Wajalla” (H.R. Ahmad)

B. Takdir yang berlaku di alam
1. Jika kita berkata bahwa kupu jantan mengutamakan pilih¬annya pada lawan jenisnya (betina) yang berwarna-warni, maka saya akan bertanya mengapa? Padahal kewarna-warnian itu tak mempunyai kelebihan kekuatan fisik dan kemampuan. Maka itu, bila sektor keindahan diperhitungkan, maka akan berantak¬anlah teori materialistis itu hingga dasar-dasarnya. Teori tersebut tak sanggup memberi jawaban, mengapa dari keledai itu bisa lahir seekor (baghal) yang lebih kuat, yang kekuatannya hampir seperti kuda. Dari jenis kambing seperti bison umpamanya, bisa lahir sejenis lain yang tidak sekuat induknya.
Bagaimana pendapat kita terhadap bulu burung merak, burung cenderawasih dan sayap kupu-kupu yang beraneka corak dan warna itu?
Sesungguhnya kita dihadapkan suatu tangan pelukis yang maha mahir, kreatif dan produktif, tidak di hadapan suatu aduan otot, cakar dan taring.
2. Selain kekeliruan yang ada pada teori evolusi itu, terdapat pula yang serupa pada teori revolusi. Yaitu, perubahan secara tiba-tiba dan tanpa diduga semula pada suatu keturunan akibat penyimpangan keaktifan kedua sel jantan dan betina di dalam rahim dan pertemuan antara kromosom-kromosom untuk menen¬tukan sifat-sifat janin (keturunan).
Kadang-kadang perubahan sifat-sifat itu merugikan, yaitu cacat tubuh dan wajah atau lain-lainnya. Kadangkala mengun¬tungkan bagi suatu lingkungan baru dari suatu jenis hewan, seperti umpamanya, timbulnya sirip-sirip pada kaki jenis hewan yang turun di air. Sirip ini sangat diperlukan untuk renang. Maka itu direstui alam dan ditemurunkan kepada jenis yang baru itu. Sedang kaki yang sama sifat atau bentuknya itu terhapus sama sekali, karena tak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan mereka.
Adapun kekeliruan teori ini ialah, karena didasarkan atas perubahan yang tiba-tiba tanpa dugaan sama sekali dan menge-nyampingkan faktor teknik dan kreasi itu.
Perubahan yang secara tiba-tiba atau kebetulan itu, tak dapat dijadikan dasar mengingat segala sesuatu di sekitar kita ber¬jalan menurut alamiah, cermat dan tepat.

3. Nyamuk bertelur di air yang tenang. Tiap telur keluar dari perut nyamuk dilengkapi dengan dua buah pelampung agar mengambang dan tidak tenggelam.
Maka kiranya dari manakah nyamuk itu belajar hukum Archimides itu Supaya membekali telurnya dengan pelambung¬-pelambung?
4. Pohon-pohon padang pasir memproduk benih-benih ber¬sayap dan terbang bermil-mil mengikuti arus angin untuk mem¬perluas daerahnya tanpa Batas. Kiranya dari manakah pohon-¬pohon tersebut belajar hukum angkutan udara, maka dibuatnya benih-benihnya bersayap hingga dapat terbang ratusan mil ber¬sama angin untuk mencari padang yang cocok untuk mengembang biakkan jenisnya itu?
5. Tumbuh-tumbuhan yang buas yang untuk kepentingan dirinya mereka pandai membuat perangkap untuk mendapat serangga sebagai makanan mereka yang lezat. Gerangan siapakah yang mengajari mereka sehingga dapat membuat perangkap yang unik itu ?
Dalam pada semua itu kita dihadapkan pada suatu akal. Su¬atu akal yang sangat tinggi fikirannya dan yang menciptakan se¬gala sesuatu bagi seluruh makhluk. Maka tak mungkinlah terjadi perkembangan tanpa akal yang maha cermat itu :

“Yalah yang memberikan segala sesuatu kepada makhluk-Nya lalu memberinya petunjuk” : Q. 20:50.

Sebagai sanggahan ketiga terhadap teori Darwin ialah, adanya kromosom-kromosom yang telah ditemukan oleh ilmu penge¬tahuan dewasa ini. Menurut ilmu pengetahuan, tiap jenis hewan mempunyai jenis dan bentuk kromosomnya sendiri. Maka itu, mustahillah akan lahir suatu jenis hewan dari lain jenis mengi¬ngat berlainannya kromosom-kromosom itu.

C. Melawan takdir Tuhan
Ada seorang ibu, pedagang kecil yang melawan takdir. Lingkungannya adalah lingkungan pengemis, itulah takdir di lingkungan itu, tapi ada seorang ibu yang berusaha melawan takdir. Kepada anak-anaknya ia selalu memberi nasehat “kamu harus jualan kue, tidak boleh mengemis”. Prinsip ini dipegang teguh oleh anak-anaknya. Maaf, ini ada kisah yang amat luar biasa! Ceritanya begini :
Ada pengurus yayasan makan malam di warung kaki lima seusai mengadakan rapat.
Begitu duduk mereka langsung diserbu pedagang asongan. Seorang di antara pengasong itu adalah gadis kecil berusia kurang lebih 10 tahun. la menjajakan kue. Namun, karena sibuk berdiskusi, kehadiran para pedagang ini tidak mereka hiraukan.
Saat pesanan tiba, para pedagang itu pun mundur satu per satu. Sebagian mengalihkan dagangannya ke tamu lain, sisa¬nya beristirahat di pinggir jalan. Namun, gadis kecil ini tetap bertahan. Dengan tabah dan sabar, serta sorot mata yang mem¬bujuk, ia berdiri di samping para tamu yang sedang makan
Tekad gadis ini membuat seorang ibu jatuh iba. Ia membuka dompetnya, mengambil pecahan seribu rupiah, dan menyodor¬kannya kepada si gadis. Namun gadis ini hanya menggelengkan kepalanya. Sang ibu menambahnya seribu lagi, namun tetap ditolak. Barangkali kurang, demikian batin si ibu. Ia pun me¬nambahkan hingga menjadi tiga ribu. Aneh, gadis ini tetap menolak.
Sikap gadis ini menarik perhatian semua tamu di meja ter¬sebut. Lalu, seorang bapak berkata dengan nada heran, “Dik… kenapa ditolak?”
“Kata Ibu, sava tidak boleh mengemis. Saya harus jualan.”
Jawaban gadis itu menyentakkan perasaan. Mereka takjub dan kagum. Bagaimana mungkin gadis ini menolak pemberian 3.000 rupiah, yang menurut taksiran kalau pun dia berhasil menjual semua kuenya, untungnya tidak akan sebesar itu¬.
Para tamu tersentuh, dan tiada pilihan lain, mereka pun membeli semua kue gadis ini sebesar 15.000 rupiah. Setelah itu. barulah gadis kecil ini tersenyum, mengucapkan terima kasih, dan meninggalkan mereka.

Hikmah Sebuah Kisah
Kisah ini bercerita tentang harga diri. Mengemis itu tidak haram, namun tentu bukan pekerjaan terhormat. Ketegaran gadis kecil penjaja kue yang tidak mau menerima belas kasihan bersikukuh menjual dagangannya patut dicontoh.
Penampilan luar sering menjadi acuan harkat dan derajat seseorang. Semakin keren atau bermerek penampilan seseorang, perhatian suka lebih tertuju kepadanya.
Mungkin benar, tampilan luar yang mentereng busana mahal, perhiasan mengkilap, kendaraan mewah bisa menjadi tanda bahwa orangnya berasal dari kalangan atas. Namun kalau mentalnya dibedah, mungkin saja mental pengemis yang di¬dapat. Sebaliknya, orang sederhana sering dipersepsi sebagai kalangan bawah, tetapi bisa jadi rasa hormat diri mereka justru lebih tinggi.
Gadis kecil tadi mengajarkan, kehormatan bukanlah apa yang kita tampilkan keluar, namun apa yang kita pancarkan dari dalam: budi pekerti, ketegaran, dan keterhormatan.
Berbicara tentang kehormatan. Mari kita menjaga harga diri kita agar tetap tinggi dengan menolak melakukan hal-hal yang hina.

Ada dua macam Takdir
Pertama, takdir “Mubram” (tetap) tidak diubah dan tidak dapat dilawan. Misalnya matahari yang terbit di timur, tenggelam di barat, pastilah tidak dapat diubah oleh manusia. Kedua, takdir “Mu’allaq” (digantungkan). Maksudnya dikaitkan dengan usaha manusiawi, maka takdir yang kedua ini, dapat diubah, misalnya mengubah pekerjaan dengan menambah keterampilan. Semua orang dapat melakukan, alih profesi. Tuhan tidak akan mengubah profesimu, sebelum kamu sendiri mengusahakan perubahan itu.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sarana yang dapat melepaskan segala belenggu, rintangan dan hambatan¬-hambatan di samping memberikan kebebasan.
Adapun sarana yang kedua; Agama. Agama yang murni, yang diwahyukan Tuhan. Dengan mengamalkan ajaran-ajaran agama yang murni itu, manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, dimana mereka mendapatkan bantuan moral spiritual.
Demikian ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh para nabi dan rasul serta oleh yang mengikuti,jejak mereka.
Nabi Sulaiman (as) dengan bantuan Tuhan dapat menguasai semua jin berikut raja-raja mereka, mempergunakan angin untuk mengangkut dirinya ke jarak-jarak yang jauh, bagaikan pesawat udara yang mutakhir. Selain itu, beliau dapat juga berbicara dengan burung-burung dan mengerti bahasa mereka masing-¬masing.
Nabi Musa (as) membelah lautan menjadi dua, masing-masing bagaikan gunung menjulang ke angkasa dengan bantuan Tuhan.
Nabi Isa (as) dapat menghidupkan orang yang sudah mati,
dapat berjalan kaki di atas air, menyembuhkan mata yang sudah lama buta, menyembuhkan penyakit lepra, segala penyakit kulit
dan lain-lainnya. Selain mendatangkan suatu hidangan besar dari
langit. Semua itu dengan bantuan Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Dan kita banyak membaca tentang para wali, orang-orang
yang shalih yang telah mendapat kedudukan di sisi Tuhan, dimana bumi yang terdampar luas itu, menjadi dekat bagi mereka dan berbagai masalah yang gaib terpampang jelas di hadapan mereka. Demikian ini merupakan kebebasan yang tak sama tingkatnya. Dan semua itu mereka dapatkan dengan ketekunan beribadah dan mendekatkan diri di sisi Tuhan serta menjauh dari setiap bujukan hawa nafsu dan keserakahan. Karena dicintai Tuhan dan dilimpahi berbagai ilmu yang tersimpan pada-Nya.
Yang demikian pun merupakah ilmu. Tetapi ilmu laduni (bakat).
Tentang “Mukhaiyar dan Musaiyar” (bebas pilih dan terkendali atau terpimpin), imam Gazali menyimpulkan dalam dua perka¬taan :

“Manusia bebas dalam apa yang diketahuinya. Dan dalam yang tidak diketahuinya, ia terpimpin dan terkendalikan”.

Maksudnya :
Orang yang bertambah luas ilmu dan pengalamannya, tentu bertambah luas pula kebebasannya. Baik dalam pengetahuan umum maupun dalam bakat. Maka betapa sesatnya fikiran dan pendapat golongan historis materialis yang mengatakan, manusia terikat pada hukum historis dan kelas. Dengan fikiran tersebut, mereka anggap manusia merupakan rantai yang matanya takkan terlepas dari sejenisnya dan takkan lolos dari hukum ekonomi dan gerakan lingkungan, seakan-akan gumpalan sampah yang terombang-ambing oleh arus sungai tanpa mengadakan perlawanan atau mempunyai kemauan.
Adapun hukum keharusan perjuangan kelas yang selalu di¬gembar-gemborkan mereka tanpa henti, adalah buah fikiran yang tidak benar cara menganalisanya. Dalam alam manusia tiada ter¬dapat hukum keharusan. Yang ada hanyalah pertimbangan dan kemungkinan. Antara manusia dan mesin, antara manusia dan benda-benda, sangat jauhlah bedanya.

BAB III
APAKAH TUHAN BERDUSTA?

A. Datang juga ke pesta
Maaf, Tuhan yang juga ke pesta, padahal dia sudah mengatakan tidak akan datang, ialah cerita dari Eropa, yang konon katanya diilhami oleh Injil. Lihat Kitab Yohanes 7:8 – 10 :

“Pergilah kamu ke pesta itu. Aku tidak pergi ke situ karena waktuku belum genap. Demikianlah katanya kepada mereka, dan iapun tinggal di Galilea. Tetapi sesudah saudara-saudara Isa berangkat ke pesta itu ia pergi ke pesta itu, tidak terang-terangan, tetapi diam-diam.”

Tanggapan Penulis
Walaupun Orang Eropa telah menjadikan Nabi sebagai Tuhan semenjak tahun 325 Masehi di Nekia, tapi di dalam ayat tersebut, Isa tidak berdusta, seperti yang dituduhkan oleh orang Yahudi. Isa tidak menipu, bahwa beliau bukan berjanji tidak akan pernah datang. Barangkali hanya “belum” datang saat itu, tapi, datang juga di saat yang lain. Nabi-nabi dan para rasul tidak akan pernah berdusta. Mereka mempunyai sifat : 1. Siddiq, 2. Amanah, 3. Tabligh, 4. Fattahonah. Ungkapan Yahudi yang lebih parah lagi ialah, katanya Nabi Isa itu adalah anak jadah. Anak jadah ialah yang Bapaknya dipersoalkan oleh hukum yang rasional.

Apakah Tuhan ingkar Janji?
Ada seorang cendikiawan yang beragama Islam. Di dalam tulisannya, ia menuntut janji Allah, seperti dalam Q.S An-Nur : 55.

“Ya Allah, mana janji-mu? Engkau mengatakan akan memberikan kekuasaan kepada orang yang beriman, dan beramal saleh, akan dijadikan penguasa di bumi. Nyatanya orang-orang kafirlah kini yang Engkau beri kekuasaan di bumi”

Ungkapan ini, berasal dari orang yang putus asa, di saat melihat seluruh negara Islam di dunia di kuasai oleh Inggris dan Amerika. Lebih-lebih lagi Yahudi, tanpa belas kasihan, membantai bangsa Palestina, tanpa kasihan. Apakah Tuhan berdusta.
Sebenar janji Allah benar, tapi umat Islam sendiri, yang tidak layak mendapatkan kekuasaan besar di dunia, karena tidak pernah bersatu. Satu sama lain terlibat konflik. Kalau umat Islam bersatu Allah akan memudahkan segala urusan.

“Maka Barang siapa yang suka memberi, bertakwa dan menerima yang baik, Kami (Allah) licinkan baginya jalan menuju kebahagiaan. Dan barang siapa yang bakhil (pelit), mementingkan dirinya melulu dan menampik yang baik, Kami (Allah) mudahkan baginya jalan kepada kemalangan (kesukaran)” Q.S. 92:5-10

“Bukanlah kau (hai Muhammad) yang melempar ketika kau melempar, tetapi Allah yang melempar” Q. 8:17

B. Tuhan menciptakan Konflik?
Konflik antara Cina WNI dan Melayu, Batak, Jawa tentu saja pribumi, memang sudah, dirancang oleh Tuhan kata segelintir orang. Ketika anak Cina WNI di SD, berteman dengan anak pribumi, maka sang ibu masing-masing mengatakan “sejak lahir kita tidak sama, pribumi ditakdirkan menjadi kuli, pembantu. Cina WNI ditakdirkan menjadi Bos, yang diibaratkan anak ular dan, anak kodok. Anak ular harus merasa hina jika berteman dengan anak kodok. Benarkah, demikian? Anak renungkan sendiri, kisah ini:
“Hai, kamu siapa? Kok badanmu panjang?” tanya Nakodok kepada Nakular.
“Hai juga. Memang beginilah keluarga kami, panjang dan licin. Namaku Nakular. Kamu siapa? Kenapa badanmu bulat begitu, dan, eh, kok tidak punya ekor?”
“Namaku Nakodok. Memang beginilah keluarga kami, memiliki perut dan punggung besar, serta tidak punya ekor. Lucu yah,” demikian jawab Nakodok.
Setelah sebentar saling sapa, mereka pun dengan cepat menjadi kawan yang kompak dan akhirnya bersahabat. Sebagai sahabat baru, mereka larut dalam kegembiraan dan bermain sepanjang hari. Saking asyiknya, mereka tidak sadar sudah berada jauh dari rumah.
Menjelang malam, Nakodok kembali, dan amarah sang ibu langsung menyambutnya. “Kamu dari mana seharian hah! Tahu nggak, kami sudah mencarimu ke mana-mana?”
Nakodok yang masih diliputi keceriaan bercerita dengan antusias. “Oh, hari ini aku ketemu teman baru. Namanya Nakular. Dia lucu sekali. Badannya panjang, meliuk-liuk, bisa berdiri seperti per, dan juga melingkari tubuhku.”
Tetapi reaksi yang didapat Nakodok sungguh diluar duga¬an. “Gila, kamu hampir mencelakakan dirimu! Tahukah kamu siapa mereka? Mereka adalah keluarga ular. Mereka itu pemakan kodok, tahu? Untung dia masih kecil kamu tidak dimakannya. Coba kalau ketemu bapaknya atau ibunya, kamu pasti sudah ditelan. Mulai besok kamu tidak boleh bermain-main ke sana lagi!”
Nakodok hanya bisa terkejut dan menangis. Ia tidak pernah mengira bahwa persahabatan sehari mendatangkan amarah yang luar biasa.
Di tempat lain, Nakular yang baru tiba di rumah langsung dicerca ibunya. “Kamu dari Mana, hah? Pergi sampai lupa waktu.”
“Oh … tadi aku bermain-main, Ma. Aku dapat teman baru.
“Gila kamu! Tahukah kamu bermain dengan siapa?” amarah sang ibu menggagetkan Nakular. “Dia adalah keluarga kodok, mereka makhluk jelek yang ditakdirkan untuk makan¬an kita. Mau ditaruh di mana martabat keluarga kita seandainya ada yang melihat kamu bermain dengannya? Mulai besok, Ibu tidak mau kamu bermain dengan dia lagi!”
Sejak itu Nakular dan Nakodok tidak pernah bermain lagi. Kalaupun kebetulan saling melihat dari jauh, mereka akan memalingkan muka dan menjauh dari sahabat yang pernah akrab sehari.

Takdir membuat kita bermusuhan?
Permusuhan dan pertentangan antara satu pihak dengan pihak lain sering kali merupakan warisan turun-temurun. Namun, jauh di lubuk hati setiap makhluk, ada panggilan hati untuk saling berkawan akrab. Perasaan itulah yang dialami Nakodok dan Nakular dalam cerita di atas.
Secara alamiah kita terpanggil oleh jiwa yang murni untuk mengulurkan tangan dan persahabatan kepada siapa saja. Melalui perkawanan dan persaudaraan niscaya pengalaman-¬pengalaman yang menyenangkan, menguntungkan, dan mem¬bawa sukses akan kita peroleh.
Cina WNI dan Pribumi, bagaikan anak ular dan anak kodok. Antara bangsa Israel dan bangsa Arab juga seperti anak ular dan anak kodok. Sangat disayangkan.
Sayang Nakular dan Nakodok tidak mendengarkan pang¬gilan hati mereka untuk bersabahat. Mereka lebih menuruti pesan-pesan orangtua yang sesungguhnya mesti diperiksa dan dikaji lagi.
Marilah mengulurkan tangan hati yang tulus untuk ber¬kawan dan bersahabat dengan siapa pun. Itulah panggilan ke¬manusiaan, memperluas silaturahmi.

Akar Masalah
Akar masalah konflik Cina WNI dan Pribumi, ialah “tidak seiman dan adanya arogansi, atau kesombongan salah satu pihak. Mirip dengan konflik poligami.
Poligami gagal bukan karena suami tidak adil. Bukan karena suami tidak bertanggung jawab. Bukan pula karena istri tidak cantik. Tidak juga karena istri tidak pandai melayani suami, juga bukan karena istri tidak mendapat nafkah yang cukup.
Seperti matinya sebuah pohon, bukan karena batangnya lemah. Bukan karena rantingnya patah. Bukan karena daunnya kekuningan. Bukan karena bunganya layu, atau karena buahnya sedikit. Bukan, bukan. Kematian itu sebenarnya berawal dari sesuatu kekurangan atau kelemahan yang ditanggung oleh akar pohon itu. Akarnya yang lemah dan rusak, akibat kekurangan bahan makanan yang diperlukan olehnya, hingga hasilnya menyebabkan bagian-bagian pohon yang lainnya ikut susah, sampai membawa kematian.
Tapi karena akar itu di dalam, tiada siapa yang kelihatan baik buruknya, maka manusia sering melupakan fungsi akar. Seolah-olah akar tidak ada peranannya. Lalu diandaikan nasib pohon bergantung pada batang, daun, bunga, biji benih atau lainnya.

C. Memprotes Tuhan !
Dalam sebuah cerita kiasan, diterangkan begini : Sang Pastor ternyata dimasukkan ke neraka di akhirat, karena di dunia, tidak mau menyelamatkan diri dari banjir. Begitulah mimpi jamaatnya.
Konon, di tengah desa berdirilah sebuah gereja. Setiap hari banyak warga yang datang merayakan kebaktian yang dipimpin oleh seorang pastor tua.
Suatu hari hujan lebat turun mengguyur wilayah itu. Sedikit demi sedikit air naik menggenangi desa. Awalnya setinggi mata kaki, lalu lutut, dan akhirnya mendekati paha orang dewasa. Pengurus desa memerintahkan agar penduduk segera me¬ngungsi.
Sang pastor juga tidak luput. Tetapi sebagai orang yang beriman, dia tetap bertahan sambil berdoa memohon kepada Tuhan untuk menghentikan hujan agar bencana lebih besar tidak terjadi.
Selang beberapa lama, datanglah regu penolong menjemputnya dengan jip besar. “Bapak, banjir sudah semakin tinggi. Ayo bergabung dengan kami untuk mengungsi ke tempat yang aman.
Tetapi pastor menjawab, “Tidak usah anakku. Kalian men¬cari penduduk lain saja. Aku bertahan di sini saja.”
“Semua penduduk sudah diungsikan. Tinggal bapak sendiri yang masih bertahan di sini. Mari … naiklah bersama kami,” regu penolong membujuk.
“Kalian pergi saja. Aku tidak membutuhkan pertolongan kalian. Tuhan pasti menolongku.” Merasa sia-sia, regu penolong itu pun pergi.
Hujan terus mengguyur. Tembok gereja sudah tenggelam, dan pastor mengungsi ke lantai sotoh gereja. Dari kejauhan datanglah regu penyelamat, kali ini dengan perahu karet.
“Bapak Pastor, air semakin tinggi, hujan semakin gila, mari mengungsi sebelum terlambat!”
“Tidak, Tuhan pasti menyelamatkan saya dengan cara-Nya. Saya tidak butuh bantuan kalian… pergilah!”
Regu penyelamat pun pergi dengan khawatir.
Hari beranjak malam, hujan mengguyur semakin lebat. Seluruh gereja sudah tenggelam, dan bapak pastor berdiri di ujung atap sambil memeluk menaranya. Tidak berapa lama, terdengar deru helikopter dengan lampu sorot mendatanginya. Beberapa orang berteriak sambil melemparkan tali.
Namun pastor tidak bergeming. Dengan putus asa mereka meninggalkannya.
Hujan tidak juga berhenti dan akhirnya menenggelamkan seluruh desa. Pastor pun hanyut lalu meninggal.
Pastor Masuk neraka, kata sebuah cerita
Keputusan Tuhan di akhirat menyatakan bahwa sang Pastor dimasukkan ke neraka, karena, ia dianggap bunuh diri melalui banjir besar. Ia tidak puas, Pastor memprotes. Ia bertemu dengan Tuhan dan segera protes menyatakan kekecawaannya. “Aku sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi, mengorbankan waktu dan tenaga untuk mengabarkan ajaran-Mu, tetapi mengapa Engkau tega membiarkan aku?” bahkan engkau masukkan aku ke neraka
Tuhan menjawab dengan lembut. “Lho, memangnya kamu pikir siapa yang mengirimkan regu penyelamat dengan mobil, perahu karet, dan helikopter itu?” Akulah yang menggerakkan hati mereka untuk menolongmu”.

Renungan :
Banyak orang menganggap bahwa hidup keagamaan ter¬pisah dari kehidupan. Padahal menyelamatkan diri adalah ibadah. Itu berarti kita harus senantiasa menghayati kehadiran Tuhan di ruang kerja, bengkel kerja, maupun di kantor kita. Olah kerja demikian kita niatkan sebagai dedikasi¬kan kepada Tuhan di masjid, atau gereja.
Konstituen kerja kita banyak: pelanggan, atasan, maupun rekan sekerja. Namun buat orang beriman, Tuhan adalah konstituen ummat kita. Dalam tradisi ini, bekerja bagi Tuhan haruslah dengan menyajikan yang terbaik dengan segenap cinta dan pengabdian. Diyakini dengan cara demikianlah Tuhan berkenan mengubah nasib kita (Q.S. Arro’du : 11)
Apabila kita mampu mentransendensikan pekerjaan, ber¬olah kerja sebagai olah rohani, maka kita akan mampu memper-sembahkan karya terbaik yang membuat pelanggan tersenyum dan Tuhan pun tersenyum. Itulah esensi kita, bekerja penuh cinta yang didedikasikan untuk Tuhan. Perlu dicatat bahwa Tuhan tidak pernah berdusta.

BAB IV
PATUNG YANG DIPERTUHANKAN

A. Larangan Membuat Patung
Di dalam “Ten Commandoment” ada larangan yang paling tegas membuat patung (Keluaran 20:3)
Firman ini disampaikan Tuhan kepada Nabi Musa yang diambil dari kitab Keluaran 20 :1-17 dan Kitab Ulangan 5 : 1-22 yang berbunyi: Nabi Musa memanggil seluruh orang Israel yang berkumpul dan berkata mereka : Dengarlah, hai orang Israel ketetapan dan peraturan yang ada pada hari ini Ku perdengarkan kepadamu, supaya kamu mempelajarinya dan melakukan dengan setia. Tuhan Allah kita telah mengikat perjanjian dengan kitab di Horeb. Bukan dengan nenek moyang kita. Tuhan mengikat perjanjian itu, tetapi dengan kita, kita yang ada disini pada hari ini, kita semunya yang masih hidup. Tuhan telah bicara dengan berhadapan muka dengan kamu di gunung dan tengah- tengah api. Aku ada pada waktu itu berdiri antara Tuhan dan kamu untuk memberitahukan firman Tuhan kepadamu, sebab kamu takut kepada api dan kamu tidak naik gunung.
Lalu Allah mengucapkan segala firman ini :
1. Akulah Tuhan Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
2. Jangan ada padamu Allah lain dihadapan Ku
3. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
4. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya sebab Aku Tuhan, Allahmu adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dan orang-orang yang membenci Aku.
5. Tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-beribu orang, yaitu mereka yang mengasihi aku dan yang berpegang pada perintah-perintah Ku.
6. Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan, sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut nama Nya dengan sembarangan
7. Ingatlah dan kuduskan hari Sabat.
8. Enam hari lamanya engkau bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu.
9. Tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan Allahmu, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan engkau atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau hambamu laki-laki atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
10. Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya dan ia berhenti pada hari ketujuh, itu sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskanya.
11. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.
12. Jangan berzina.
13. Jangan membunuh.
14. Jangan mencuri.
15. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
16. Jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini istrinya.
Firman itulah yang diucapkan Tuhan kepada seluruh jemaahmu dengan suara nyaring di gunung, di tengah-tengah api, awan dan kegelapan, dan tidak ditambahkannya apa-apa lagi. Dituliskannya semuanya pada batu, lalu diberikannya kepadaku.
Dari kutipan di atas maka dapat diambil kesimpulan 10 Firman Allah Yaitu :
1. Tidak ada Tuhan lain selain dari Aku
2. Jangan kamu sekali-kali membuat patung menyerupai apapun di bumi ini.
3. Jangan kamu menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan.
4. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat.
5. Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzina.
8. Jangan mencuri.
9. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
10. Jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini istrinya, atau apapun yang di punyai sesamamu.

b. Indahnya Hukum Tuhan
Di dalam buku The Choice membahas tentang hukum dan aturan baru yang dibawa oleh nabi Musa dan Nabi Muhammad untuk kaumnya. Sedangkan Yesus hanya mengenapi hukum- hukum tersebut

Nabi Musa
Nabi Musa tidak hanya memberi 10 perintah Allah kepada orang-orang Israel, tetapi hukum-hukum peribadatan yang sangat luas sebagai petunjuk kaumnya. Hukum tersebut dikenal dengan hukum Taurat.
Nabi Muhammad datang kepada sebuah kaum yang sangat bodoh yang biadab. Mereka menikahi ibu tirinya, menguburkan anak perempuannya hidup-hidup, mabuk-mabukan, berzina, menyembah berhala.
Yesus mengambil penderitaan untuk menyakinkan mereka bahwa dia tidak datang dengan agama baru. Tidak ada hukum dan peraturan baru Yesus mengatakan janganlah kamu menyangka bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan meniadakan kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya, karena aku berkata kepadamu: “sesunguhnya selama belum lengkap langit dan bumi ini, satu atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi (Matius 5:17- 18). Sebagai Yahudi yang baik, Yesus menghormati hukum- hukum nabi yang mendahuluinya.

C. Konklusi
Dari hukum-hukum yang diajarkan oleh para nabi adalah untuk mengajarkan kebaikan, begitu juga dengan agama yang ada di dunia ini. Jadi kita sebagai umat beragama sudah sepatutnya saling menghargai dan melaksanakan ajaran yang kita anut. Jika kita mampu melaksanakannya dengan baik, niscaya dunia ini akan terasa damai.
Hukum-hukum lainnya di dalam Taurat dan Injil yang perlu diketahui ialah :

1. Haramnya babi, menurut Imamat 11:7 – 8
Alkitab cetakan lama tahun 1941: Im 11: 7 “ Dan lagi babi, karena soengoehpon koekoenja terbelah doewa, ija itoe bersiratan koekoenja, tetapi tiada ija memamah bijak, maka haramlah ija kapadamoe.
Menurut Alkitab, babi itu haram. Semua umat Islam mengharamkan babi. Tetapi hampir semua umat Kristen justru makan babi.
Ini membuktikan bahwa yang ikut ajaran Yesus adalah umat Islam. Menjadi pertanyaan, kenapa umat lain tidak mengharamkan babi, malah mereka menghalalkannya?? Ternyata mereka mengikuti paham Paulus yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu halal. Perhatikan ucapan Paulus sebagai berikut : Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun. (I Korintus 6:12)
Apa yang difirmankan Allah dalam Alkitab bahwa babi haram, diwahyukan kembali kepada nabi Muhammad di dalam Al- Qur’an, yaitu Qs 2 Al Baqarah 173, Qs 5 Al Maaidah 3, Qs 6 Al An’aam 145 dan Qs 16 An Nahl 115.

Contoh : Qs 2 Al Baqarah 173
“Hanya sesungguhnya Allah haramkan bagi kamu bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih disebut nama selain Allah”.

Qs 6 A1 An’ am 145
“Katakanlah, “Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya kecuali bangkai, darah yang, mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau kefasikan yang disembelih bukan dengan nama Allah….. “

2. Tentang mengkafani Jenazah
Mark 15:46 Yusuf pun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari Salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu. (Markus 15:46)

Yesus mati dikafani dan tidak pakai peti. Semua umat Islam insya Allah mati sama seperti matinya Yesus, yaitu dikafani dan tidak pakai peti. Bahkan kuburan Yesus tidak dibeton, tapi hanya diletakkan sebuah batu di atasnya sebagai tanda. Tapi umat Kristen justru matinya pakai jas, pakai sepatu, dihias serapi mungkin bagaikan seorang penganten dalam pelaminan, pakai peti dan kuburnya di bangun seperti rumah. Ketika Yesus mati, mayatnya juga disegerakan untuk dikubur walaupun baru mati beberapa jam. Tapi umat Kristiani, sering mayat itu dibiarkan sampai beberapa hari sambil menunggu keluarga¬nya yang jauh untuk menengoknya. Umat Islam juga bila mati, mayatnya harus disegerakan menguburkannya, dikafani, dan tidak pakai peti. Bahkan kuburan umat Islam disunahkan menaruh batu di atasnya, tanpa dibeton. Ini berarti umat Islamlah yang mengikuti ajaran Yesus.

3. Ucapan Insya Allah
Yak 4:13-17 (13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”; (14) sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya (insya Allah), kami akan hidup dan berbuat ini dan itu. “ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah. (17) Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.

BAB V
AKU PERNAH MENYALAHKAN TUHAN

A. Lepasnya Seorang Gadis
Ini kisahku sejati. Tahun 1974, hidup sangat menderita di Air Tiris, Kampar. Penampilanku jelek, hiduppun teramat miskin. Tapi, ada sesuatu yang amat menggembirakan, yaitu seorang gadis cantik jelita jatuh hati padaku. Menurut perkiraan semula sangat mustahil. Ketika beberapa temanku, sesama tidur di surau, mengetahui kisah cintaku dengan gadis itu, semua menghinaku, mencaci maki diriku yang tidak sadar akan untung nasibku. Yang tua-tuapun ikut melarang, agar aku tidak mendapatkan gadis yang cantik bak mutiara itu, yang tersimpan di dalam kaca pembatas.
Akibat gemburan hinaan bertubi-tubi itu akupun putus asa. Mutiara cantik itu aku lepaskan, padahal pada saat terakhir, aku sudah jadi Sarjana di kota, dan sudah punya penghasilan tetap. Aku tidak seperti yang dulu lagi. Tapi karena trauma masa lalu begitu pedih dan sakit, nyaliku jadi hilang. Aku menyesali Tuhan. Dengan berat hati aku menyakskan lepasnya seorang gadis ke tangan orang lain. Pedih memang.
Pengalaman sejatiku itu, membuat aku menyesal, “betapa bodohnya aku?”. Mungkin aku adalah seekor ikan piranha yang agresif tapi kemudian putus asa, memandang kepada kelemahan diri sendiri, coba anda simak baik-baik kisah nyata berikut ini :
Ada seorang pengusaha baru kembali dari perjalanan ke Brazil, Amerika Selatan. la membawa pulang oleh-oleh setoples ikan piranha. Seperti diketahui, piranha di habitat aslinya, di perairan Amazon, adalah ikan yang sangat buas dan agresif. Pengusaha ini menaruhnya di dalam akuarium bersekat kaca. Ikan-ikan itu berenang tenang di bak kiri.
Kemudian, sejumlah ikan lokal dimasukkan ke bak kanan. Seketika, seperti dikomando, mereka segera menyerbu hendak memangsa ikan lokal tersebut. Tetapi apa daya, mereka hanya bisa menubruk kaca. Serbuan diulangi! Piranha menerkam ganas. Kali ini moncong-moncong mereka mulai penyok tertumbuk tembok kaca.
Tidak jera, Piranha terus menyerbu, menyerbu, dan me¬nyerbu sampai akhirnya bibir mereka jontor berdarah-darah. Pada titik itulah mereka kapok dan tak lagi berani menerkam. Pelan tapi pasti, mereka kehilangan agresivitasnya.
Sekian waktu kemudian, sesudah piranha sembuh, tembok kaca pemisah akuarium dicabut. Aneh bin ajaib, mereka ke¬hilangan naluri aslinya, tidah lagi sporitan ganas menerkam. Mereka bahkan terlihat jinak dan rada takut mendekati ikan lokal tersebut.

B. Masih salahkah Tuhan ?
Pembaca yang budiman, kisah ini mengilustrasikan bahwa pengalaman buruk kita di masa lampau kerap menjadi kendala untuk bertumbuh dan berkembang. Kekecewaan, kegagalan, atau trauma membuat kita kapok, tidak berani berinisiatif, kehilangan rasa percaya diri dan semangat juang. Akibat yang lebih mendalam, banyak orang kehilangan naluri alaminya dan daya hidupnya melemah.
Kini, “kaca pembatas” sudah terangkat. Namun pengalaman buruk yang dulu masih saja menjadi gembok imajiner yang membelenggu. Betul, pengalaman-pengalaman itu harus kita maknai sebagai guru dan referensi untuk maju. Yang tidak boleh, ia menjadi pengungkung yang mematikan inisiatif. kreativitas, keberanian, dan daya juang kita.
Seberapa pahit pun masa lalu kita, entah di bidang studi, keluaga, pekerjaan atau bisnis; di mana kita menderita kerugian, kemalangan atau kecelakaan, mari kita sadari bahwa itu semua hanyalah pengalaman lampau. Bijaklah oleh kerenanya, tapi tetaplah fokus dan bersemangat ke depan.
Jadi, mari coba periksa, masih adakah kaca penghalang? Jangan-jangan sudah hilang. Jika demikian, berusahalah lagi. Yakinlah, jika selalu waspada, sadar dan bersahabat dengan lingkungan, main memakai kecerdikan dan kecerdasan, maka ini bisa hidup sesungguh-sungguhnya, sepenuh-penuhnya, dengan semangat tinggi yang menjadi. ciri kepribadian asli kita.
Ingatlah, saat masih kecil, kita dengan rajin mengeksplorasi dunia sekeliling: berani memegang api, gagah meraba moncong anjing, nekat melayang terbang, percaya diri membongkar harang-barang elektronik, perkasa menjungkirbalikkan tempat tidur, dan tidak takut saat bermain Lumpur dan air. Ya, kita memeriksa apa saja di sekitar kita untuk mencari pengalaman. Kita jatuh bangun, tapi tidak kapok. Kita meringis dan me¬nangis, tapi sebentar kemudian bercanda dan tertawa. Semua itu sangat penting karena dengan demikianlah kita menjadi khas manusia dan autentik.
Maka “jangan mau terhantui, apalagi terbelenggu, dengan pengalaman lampau yang pahit”. Etos rahmat mengajarkan bahwa hidup ini adalah berkah, termasuk semua pcngalaman yang manis, asin, asam, tawar, kecut, getir, dan pahit. Percayalah, sesudah dan di balik semua pengalaman itu pasti muncul anugerah yang renyah. Bagai menghadapi buah durian, dari luar memang tajam dan melukai, retapi kalau dengan tenang kita gunakan akal, lalu membelah durian dengan hati-hati, maka daging buah yang harum dan lezat segera ternikmati di lidah. Kata Jangsen Sinamo.
Melangkah menjalani sukses. Jangan pernah kehilangan nikmat durian karena takut duri-durinya. Jika harus tertusuk juga, jangan mau berhenti, tetapi sibaklah kulitnya lalu kulumlah daging buahnya yang lezat legit mewangi. Selamat menjelajahi kehidupan ini dengan tuntunan rahmat!

C. Aku mendapatkan Keajaiban dari Tuhan
Rupanya Tuhan menggantikan gadis lain untuk mendampingiku. Aku tidak menyangka, rupanya ada mutiara lain yang dihadirkan Tuhan padaku, jauh lebih cantik, dari mutiara yang pernah aku hayalkan. Mutiara itu menjadi milikku selamanya. Aku merasakan dan semua orang telah mengatakan tidak ada mutiara lain lagi yang dapat menyamainya, mutiara Rahmat Illahi Robbi, membuat tentram lahir dan batin.
Pembaca yang budiman, hikmah yang ingin disampaikan di sini ialah bahwa kalau kita meneropong seluruh keberadaan kita di bawah mikroskop evaluasi batin, sejak dari kandungan hingga kini, menjelujuri seluruh titik-titik peristiwa sejarah kehidupan kita, niscaya kita akan takjub sendiri karena ke¬ajaibannya, dan menjadi yakin bahwa tangan Tuhan yang ter¬sembunyi selalu menopang, menyantuni, dan memimpin hidup kita. Imperatif moralnya, marilah kita juga sesudah menyukuri dan memuji kebaikan-Nya

“Dia mereka yang berfikiran sehat, dikembangkan Tuhan pengetahuannya”. Q.47:17

“Jika kamu berfikiran sehat, niscaya diberi Tuhan apa yang lebih balk dari pada yang terambil dari padamu “. Q.8:70

Tuhan menentukan Qadha dan Qadar itu, menurut niat dan watak atau kepribadian seseorang. Jika baik niat dan kepribadian¬nya, tentu baik jualah Qadha dan Takdir Tuhan itu baginya.
Tas-yiir (pengendalian/tuntunan), serupa dengan takhyiir dan ikhtiar. Yakni, inisiatif.

“Tiada paksaan dalam agama ini. Sebab, sudah jelas apa yang benar dan yang tidak benar” Q.2:256

“Jika Tuhanmu (hai Muhammad) menghendaki, tentulah umat manusia seluruhnya beriman. Buat apa kau memaksa orang supaya beriman ?” Q.10:99

Tiada paksaan dalam Sunnat Allah, tiada paksaan dalam ke¬tentuan-ketentuan Tuhan.
Karena itu, tak dapat diartikannya Qadha dan Qadar itu se¬bagai paksaan yang berlawanan dengan fitrah naluri insan. Tuhan menakdirkan bagi seseorang sesuai dengan watak dan tabi’atnya, menurut niat dan ikhtiar atau pilihannya. Tak lain. Dan tas-yiir (pengendalian) merupakan ikhtiar (pilihan) manusia sendiri. Tuhan mengendalikan tiap insan menurut niat dan keinginan ser¬ta tujuannya :

“Barang siapa ingin panen akhirat, Kami (Allah) tambahkan panen itu baginya. Dan barang siapa inginkan panen dunia, Kami berikan juga kepadanya”. Q.42:20

“Karena jalan fikiran ,mereka tidak sehat, maka perbuatan mereka bertambah buruk” Q.2: 10

BAB VI
TUHAN TEGA MENYAKSIKAN KEKEJAMAN

A. Dahulu, laki-laki berpoligami, dianggap kejam
Apabila anda membaca buku “Manisnya Madu” karya Ustazah Khadijah Aam, anda tidak akan pernah menganggap poligami sebagai suatu kekejaman.
Beliau menikah dengan Ust. H. Ashaari Muhammad 24 tahun yang lalu sebagai istri ke dua. Beliau menerima itu semua dengan senang hati untuk hidup bermadu karena beliau bercita-¬cita :
• Mendapat suami yang secara praktikal berjuang dan membimbingnya kepada Islam dan Iman.
• Membela poligami sebagai hukum Allah yang perlu diterima dan dijayakan.

Dengan bimbingan suaminya, beliau kini menjadi seorang mubalighah yang gigih dan berkesempatan bersama-sama suaminya menjelajahi beberapa negara di dunia untuk menyampaikan pesan Islam. Diantara negara-negara yang pernah dikunjunginya adalah : Mesir, Siria, Tunisia, Magribi, Spanyol, Yordania, Turki, UK, Perancis, Belanda, Australia, Selandia Baru, Pakistan, Indonesia, Thailand dan lain-lain.
Disamping sebagai pendakwah, beliau juga giat dalam bidang penulisan. Beliau menjadi sekretaris Ust Ashaari Muhammad. Bahkan ada dua buah buku karya bersama beliau dengan suaminya itu yaitu buku ‘Kembara Membuktikan Kebenaran AI-Qur’an’ dan novel ‘Selamat Tinggal Duniaku’.
Buku ‘Manisnya Madu’ merupakan kupasan beliau secara ilmiah dan praktis mengenai poligami setelah menempuh pengalaman berpuluh tahun hidup bermadu. Di balik hukum Allah yang dianggap kontroversial ini beliau dapat mencungkil hikmah kasih sayang dan didikan Allah yang sangat bernilai. Dan inilah yang dipaparkan kepada para pembaca, sebagian puisinya :

Istri yang solehah, senantiasa taat pada Allah dan
patuh dengan suaminya
Suami yang tersalah senantiasa diberi maaf
Cemburu dengan suami tiada dalam sikapnya
Kepulangan Suami disambut senyum penuh hormat

Kekurangan yang diberi dari suaminya
Tidak pernah ia menyanggahnya
Merasa puas dengan pemberian Suami
Kesalahan suami didoakan pada Tuhannya

Dengan suaminya senantiasa berbaik sangka
Redho dengan pemberiannya sekalipun banyak kekurangan
Senantiasa simpati dengan kesusahan
Simpati dengan kesusahan suaminya

Kebuntuan suami diberi semangat dengan kata-katanya
Suami mendapat semangat
Dari istri yang bertimbang rasa
Suami mendapat inspirasi bila bersamanya

Begitulah sifat istri yang solehah
Susah senang diharungi dengan bahagia
Cemburu tiada dalam kamus hidupnya
Suamipun cinta dan bertimbang rasa padanya
(Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhamad At Tamimi)

B. Penderitaan Wanita Barat karena menolak hukum Tuhan yang dianggap kejam.
Wanita Barat sudah memilih kehidupan liar sebagai cara untuk mengisi kehendak fisiologisnya itu. Mereka menjual tubuhnya dengan murah kepada sembarang laki-laki. Mereka tidak perlu memikirkan akan menikah, sebab institusi pernikahan dan rumah tangga sudah tidak perlu bagi mereka. Mereka boleh mencintai sepuluh laki-laki dalam satu waktu dan melakukan hubungan dengan laki-laki mana saja atau suami yang mereka sukai. Suami cuma pinjaman. Boleh ada boleh tidak ada. Boleh datang boleh pergi. Tidak ada halangan dan undang-undang apapun. Masyarakat juga memandang rendah dan hina. Bila tua ‘suami’ pendatang itu sudah tidak datang lagi. Tinggallah sendirian, kekosongan. Tidak ada anak tidak ada cucu. Artinya tidak ada keluarga. Tidak ada orang yang bersama dalam hidup. Tidak ada yang mau diberi kasih sayang, juga tidak ada yang menyayangi. Jadi sampah masyarakat, hidup dalam neraka dunia sebelum neraka akherat yang kekal abadi.
Itulah cara hidup Barat dan mereka merasa bahagia seperti itu. Sanggupkah kita seperti itu? Sanggupkah kita membiarkan saudara seagama kita jadi seperti itu? Apakah cara itu benar-benar memberi kebahagiaan? Percayalah tidak ada kebahagiaan dalam melanggar perintah Tuhan. Tidak ada ketentraman dengan melakukan kemungkaran. Masa depan akan gelap, senangnya hanya sebentar.
Sejahat manapun wanita Islam, namun keinginan berumah tangga tetap ada. Ingin mempunyai suami yang sah, yang diakui oleh masyarakat serta mempunyai anak-anak secara halal dan suci.
Sangat menarik puisi cetusan hati nurani Khadijah Aam, istri kedua Ustaz Ash’ary Muhammad yang berjudul “Ingin kukatakan” berikut ini :
Kalau bukan karena-Mu ya Allah,
masakan aku berada di atas jalan ini?

Hidup berada di antara pergiliran nikmat dan ujian,
Nikmat untuk melatih rasa syukur, ujian untuk
melatih rasa sabar.

Jadilah wanita utama dengan memiliki sifat-sifat sabar,
redha dan syukur.

Gembira ada batasnya, duka juga ada batasnya,
Tetapi kegembiraan di akherat adalah untuk
selama-lamanya.

Harga surga itu bukannya segunung emas,
Tapi ialah limpahan air mata dari hati yang
takutkan Allah.

Kalau engkau dapat berkata “Ya” pada poligami,
Sungguh engkau telah menang terhadap nafsumu
Dan kalau engkau dapat berbuat baik dengan madumu
dan suamimu
Itu artinya engkau telah menyintai Allah dengan
sebenar-benar cinta.

Pahitnya poligami adalah pergiliran ujian dan nikmat. Suami meninggalkan merasa rindu, nanti pulang bersama kasih sayang. Sejahat-jahatnya suami masih juga memikirkan tanggung jawab pada rumah dan anak-anak. Terbela juga nasibnya. Tidaklah sampai tidak tahu kemana hendak mengadu. Bertengkar ada, berbaik-baik juga ada. Bila tua ketahuan juga rumah tangga dan anak cucunya. Ada masa depan seperti orang lain. Sementara kehidupan perawan tua atau perempuan yang melacurkan diri itu nasibnya gelap pekat. Jauh lebih parah dan lebih malang daripada wanita yang berpoligami. Sebab mereka tidak ada masa depan. Laki-laki yang menggunakan pelacur bukan orang yang mau bertanggung jawab atas dirinya dan anaknya. (Khadijah Aam)

C. Yang bertuhan kepada nafsu
Kau sedaya upaya mau membutakan hatiku
Dari melihat Tuhan Rabbul Aalamin
Kau bisikkan bermacam-macam hal yang lain
Yang menarik
Atau kalau tidak berhasil
Kau bayangkan bermacam-macam kesusahan
Sehingga aku selalunya tidak khusyuk dengan Allah
Aku jadi tidak berakhlak dihadapan Allah yang Besar
Kau mau aku jemu dengan Allah
Lupakan Allah, dan peduli apa dengan Allah
Alangkah durhakanya engkau
Dan mau aku juga durhaka seperti itu
Nafsuku
Sudah kukenal tipu muslihatmu
Sudah kukenal
Allah memperkenalkan engkau padaku
Maka terlihat olehku begitu sekali kejahatanmu
Maka sesudah ini
Apa kau harap untuk
Terus mampermainkan aku
Dan menyiksa aku?
Tidak wahai nafsuku
Sudah kupinta dari Allah
Senjata buat membunuhmu
Dan aku cukup yakin dengan betas kasih Allah
Untuk melindungi aku
Dari kejahatanmu
Yakni dengan iman dan taqwa
Yang kuat didada

(Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi)

BAB VII
AKU DIKURUNG TUHAN
DI SEBUAH DUSUN

A. Kamu tidak akan menjadi orang
“Kamu tidak akan menjadi orang”. Ucapan ibu-ibu di sebuah dusun, tetap keringat, sampai di saat aku hampir mencapai gelar doktor. Aku dahulu merasa aneh, kenapa Tuhan mengurung aku di sebuah pulau kecil yang bernama Dusun Pulau Jambu di Kabupaten Kampar. Kepada teman-teman sama-sama tidur di surau, Penulis menceritakan niat, ingin kuliah di kota Pekanbaru – Riau. Tapi kawan-kawan di sekelilingku semuanya menghina aku. Karena di antara mereka tidak ada yang berniat ingin terbang ke kota. Mereka merasa lebih aman, tentram berada di dusun, seperti tenangnya, ayam-ayam di dalam kandang. Sedangkan diri, tidak suka terkurung dalam kandang. Aku ingin terbang di sisi awan merajai angkasa, seperti burung elang rajawali. Coba simak, cerita seorang Naturalis :
Sayup-sayup terdengar teriakan panik sang induk ayam. “Anak¬-anak, lari, sembunyi! Selamatkan diri masing-masing. Itu adalah rajawali, musuh dan pemangsa ayam!”
Segera semuanya mengambil langkah seribu dan bersembunyi dengan ketakutan di kolong rumah. Tetapi tidak demikian dengan “si rajawali kecil”. Sedikit pun rasa takut tidak muncul dalam dirinya. Sebaliknya dia merasakan sebuah pang¬gilan yang kuat dalam batinnya. Lengkingan dari langit itu seakan berkata, “Hai anak rajawali; ingat akan jadi dirimu. Kamu bukan anak ayam seperti yang kamu dengar dan pikirkan selama ini. Kamu adalah rajawali. Lihat sayapmu yang lebar. Lihat kaki dan cakarmu yang besar dan kuat. Pakailah dan aktualisasikan semua potensi dirimu yang luar biasa itu. Mari, bergabunglah bersamaku mengarungi angkasa luar yang tiada tara.”
Menjawab panggilan itu, perlahan rajawali kecil mulai ber¬lari sambil mengepakkan sayapnya. Semakin cepat dan kencang sehingga sedikit demi sedikit tubuhnya pun terangkat. Namun karena belum terbiasa, dia pun jatuh. Tidak putus asa, dia mencoba lagi dengan lebih bersemangat. Tetapi hasilnya sama saja, baru terbang sedikit langsung jatuh.
Sementara itu, terdengar suara hiruk-pikuk dari kolong rumah. “Hei… jangan bodoh. Cepat bersembunyi di sini se¬belum dipatok dan dimangsa. Ingat, kita adalah bangsa ayam yang tidak pernah bisa terbang. Ayo jangan terlambat!”
Rajawali kecil bimbang. Mau mencoba terbang lagi, ia sudah capek. Tetapi bergabung ke kolong, hatinya tidak rela. la berada di sebuah persimpangan, dan harus memilih. Setelah beberapa saat, pilihan pun diputuskan. Ia memilih untuk ber¬gabung dengan masyarakat ayam. Tragis…. kota Naturalis, pencinta Alam.
Demikianlah kisah ini terjadi. Rajawali kembali menjadi ayam dan memilih untuk melupakan dan mematikan spirit yang ada di dalam batinnya. Hingga akhir hayatnya, dia tetap merasa dan mengganggap dirinya sebagai ayam.

B. Suara hati adalah suara Tuhan.
Pembaca yang budiman, kisah ini bercerita tentang suara langit dan bumi. Kedua suara ini sangat penting untuk kita tangkap dan bedakan. Ia menjadi suara hati, dari Tuhan.
Kita adalah putra langit, putra rajawali yang mampu terbang tinggi menjelajahi awan-gemawan dan mengepakkan sayap mengarungi langit dengan bebas. Jauh di dalam batin kita ada panggilan jiwa yang tidak pernah diam menantang kita untuk menjadi yang terbaik “Anda adalah orang yang terbaik”.
Pertanyaannya, apakah kita bersedia menjawab panggilan tinggi itu, yang juga adalah suara Tuhan ataukah kita menjawab suara rendah, yang mengatakan kita bukanlah siapa-siapa?
Kita semua dilimpahi dengan potensi “luar biasa” untuk diaktualisasikan. Maukah kita berusaha mengembangkannya? Buanglah mentalitas seperti rajawali kecil di atas, yang karena lelah, pernah gagal, ragu dan bimbang, putus asa, lalu memilih mendengarkan suara bumi. Sebaliknya, pilihlah untuk ber¬tarung sekuat tenaga sampai kita mendapati bahwa kita bukan¬lah pecundang, tetapi pemenang dengan prestasi luar biasa.
Kita semua adalah rajawali, mari dengan tegas menjawab panggilan surgawi, panggilan ilahi untuk melakukan hal-hal yang besar, hebat, dan luar biasa.
Bung Karno sebagai Rajawali Indonesia menyatakan sebagai berikut :
1. Berikan padaku 1000 orang tua, aku sanggup memindahkan gunung semeru. Berikan padaku dua orang pemuda, aku akan menggoncangkan dunia.
2. Sekalipun kakimu di dalam kampar, gantungkanlah cita-citamu di langit yang tinggi.
3. Kemerdekaan adalah jembatan emas menuju kemakmuran rakyat.
4. Go to heel rentenir dunia IMF

C. Tidak dihormati di tempat asal.
Penulis pribadi, tidak begitu sedih karena tidak dihormati di tempat, asal penulis, sebab jangankan orang biasa seperti Penulis, sedangkan nabi-nabipun tidak dihormati orang :

Isa mengaku Nabi
Mat 13 : 57 Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati dimana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” (Mat 21:11, Mar 6:4, Luk 4:24, Luk 3:33, Yoh 4:44)
Nabi Isa saja mengaku dengan jujur bahwa dia hanyalah seorang Nabi. Semua umat islam dimanapun mereka berada, semuanya menjadikan Yesus sebagai seorang nabi saja. Tapi anehnya semua umat Kristen tidak mau menjadikan sebagai nabi mereka. Bahkan mereka jadikan sebagai Tuhan.

“Tuhanmu (hai Muhamad) yang menciptakan dan menentukan CiptaanNya. Bagi mereka (ciptaanKu) tiada pilihan”. Q. 28:68)

Tiada pilihan bagi seseorang yang menciptakan semua makhluk. Tuhanlah yang mencipta dan memilih bentuk, warna bagi yang diciptakanNya.
Tuhan takkan marah kepada Anda, mengapa anda pendek atau jangkung. Tuhan takkan menghukum anda karena anda tidak memindahkan matahari dari peredarannya atau menghentikannya.
Tuhan hanya akan minta tanggung jawab anda terhadap kewajiban-kewajiban anda. Tentang memenuhi atau tidaknya kewajiban-kewajiban itu, anda bebas. Inilah yang akan kita bicarakan Anda bebas untuk menahan atau membiarkan emosi anda. Anda bebas untuk menuruti hawa nafsu anda atau mengekangnya. Anda bebas untuk menghalangi terlaksananya niat buruk anda. Anda bebas untuk mengobarkan semangat perjuangan anda yang luhur itu. Anda bebas untuk mengorbankan jiwa raga dan harta benda anda sendiri. Anda bebas berlaku jujur atau curang. Anda dapat berbohong dan dapat juga tidak berbohong. Dapat menjauh¬kan diri dari harta yang tidak halal. Dapat menutup mata terhadap kelemahan dan kekurangan orang lain. Dapat mengendalikan mu¬lut supaya tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, se¬perti mengumpat, mengadu, menfitnah dan lain-lain sebagainya. Dalam ruang lingkup ini kita semua bebas, tetapi bertanggung jawab.
Ini, tak dapat dibantah. Adapun kenyataannya ialah, perasa¬an kita di dalam hati nurani masing-masing. Kita rasakan tanggung jawab itu. Apabila berbuat suatu kesalahan, pastilah kita menye¬sal di dalam hati. Di dalam hati nurani kita sendiri. Sebaliknya akan merasa bahagia dan gembira jika kita berbuat baik dan benar. Setiap kita hendak berbuat sesuatu, maka kita pertimbangkan dahulu dan membuat kalkulasi dan perhitungan seribu kali, ke¬mudian kita ambil keputusan dan inisiatif. Adapun menimbang, membuat perhitungan dan mengambil keputusan terakhir, adalah tugas utama kita. Dalam tugas ini kita bebas 100 %, maka tang¬gung jawab kita terhadapnya pun 100 % juga.
Kita dapat membedakan antara tangan yang gemetar karena kedinginan atau demam dan tangan yang gemetar karena menulis. Gemetar yang pertama itu adalah paksaan. Sedang yang kedua adalah gerakan yang bebas dan atas kemauan sendiri. Seandainya dalam kedua hal tadi dipaksa, tentu kita tak dapat membedakan antara kedua-duanya, antara gerakan yang disebabkan demam dan karena menulis.

BAB VII
YANG BURUK JELEK
TAPI MEMBANGGAKAN

A. Aku anak yang terjelek
Ini pengalaman pribadi lagi. Kisah nyata. Seorang Dukun muda, menumpang tinggal di rumah kami beberapa minggu lamanya. (Penyalai Kuala Kampar).
Ibuku : “Siapa di antara anak-anakku ini yang kelak membela nasib orang tuanya?
Dukun : “Rakib, sambil menunjuk ke arahku. Hatiku agak senang, tapi disembunyikan.
Ibuku : “Ah, tidak. Di antara anak aku, dialah (diriku), yang paling tidak aku senang.

Ucapan ibuku, itu terus terngiang di telingaku, semenjak tahun 1969. Dua puluh tahun kemudian ternyata di antara 6 bersaudara, aku sendiri yang Sarjana (calon doktor) dapat beasiswa. Demi Allah, aku dapat membantu kedua orang tua. Aku yang dahulunya dipandang jelek, atas karunia Allah mempunyai kelebihan tertentu. Maaf bukan membangga.
Aku teringat, akan kisah nyata lainnya tentang seorang ibu yang memiliki tangan buruk dan jelek.
Selama ini sang ibu berhasil menyembunyikannya dengan memakai baju berlengan panjang. Ia kaget, terkejut, dan menunjukkan mimik tidak suka karena merasa jijik.
“Suatu hari ketika Ibu sedang bekerja, terdengar teriakan, kebakaran…!. kebakaran…..!. kebakaran!’. Dengan panik, Ibu meninggalkan cucian, dan berlari menuju tempat kebakaran. Sesampai di sana badan Ibu langsung lemas, karena ternyata rumah kita sedang diamuk api.”
“Tahukah di mana kamu waktu itu? Di kamar tertidur pulas. Dengan histeris Ibu pun menerobos masuk untuk menyelamatkan kamu, tetapi dihalangi oleh masyarakat. Tentu tidak mungkin kamu Ibu biarkan coati dilalap api. Dengan se¬kuat tenaga dibantu badan yang licin karena dipenuhi sabun, lbu pun terlepas.”
“Ibu menerobos masuk, menerjang ke kamar, dan menemu-kan kamu sudah dikelilingi api. Syukur kamu belum apa-apa. Dengan segera Ibu membungkus kamu dengan sarung basah. Tinggal, bagaimana cara keluar. Asap hitam di mana-mana dan Ibu kehilangan arah. Namun Ibu nekat menerobos dan berhasil menemukan pintu keluar.”
“Sayang, karena panik, Ibu tidak memperhatikan keada¬an sekeliling. Sebatang kayu yang sedang terbakar jatuh dan menimpa tangan Ibu. Kamu terlepas dan diselamatkan warga. Hasilnya seperti beginilah tangan Ibu.”
Mendengar kisah dramatis itu, si anak remaja diam terpaku. Perasaan haru muncul di hatinya hingga tidak sadar air mata pun meleleh di pipinya. Perlahan ia pun mendekatkan dirinya ke tangan sang ibu, memeluk, dan menciuminya dengan lem¬but seraya berkata, “Tangan Ibu begitu hebat dan kuat. Aku bangga punya Ibu yang begitu mengasihiku, yang rela mengor¬bankan segalanya untuk menyelamatkan aku. Sungguh, aku cinta tangan Ibu.”

B. Yang jelek dan buruk juga ciptaan Tuhan
Sesuatu itu baik atau buruk tergantung bagaimana kita melihatnya. Tangan Ibu tampak buruk tanpa kisah di baliknya. Namun ketika kisah tangan itu diceritakan, maka seketika terjadi perubahan pandangan: dari tangan buruk menjadi tangan perkasa. Tidak sedikit yang berwajah jelek, nasibnya bagus kerjanya juga bagus. Kerja adalah ibadah, aku bekerja serius penuh kecintaan menuntut kita menggeser cara pandang kita terhadap pekerjaan. Ketika kita mampu bekerja dengan niat untuk dibaktikan kepada Tuhan, maka dalam sekejap wajah pekerjaan menjadi berwujud spiritual. Wajah kitapun berseri-seri.
Wajah pekerjaan sering kali terasa buruk. Bisa karena upahnya kecil, jauh dari rumah, terasa monoton, teman sekantor tidak bersahabat, dan banyak alasan lainnya. Namun, apabila kita memahami pekerjaan adalah cara Tuhan memberkati kita, maka timbul kesadaran baru bahwa pekerjaan itu sangat ber¬harga.
Renungkanlah kembali pekerjaan Anda. Pikirkanlah, dengan pekerjaan itu Anda pernah, sedang, dan akan diberkati. Niscaya dengan cara demikian, seperti bunyi etos ini, kerja adalah ibadah kita, maka kita akan mampu bekerja serius penuh kecintaan. Kalau warna kulit dan bentuk wajah yang buruk, tidak apa-apa, sudah takdir Allah, tapi kalau niat yang buruk dan hasil kerja yang buruk, memang menjadi malapetaka, menyiksa diri, keluarga, dan orang lain. Bahkan dapat mencelakakan dunia. Itulah yang dilakukan oleh Westerling, Hitler, Mosolini, Rodovan Karazic, Menahen Begin, dan seluruh pembesar negara Israel.

C. Kelebihan di dalam jelek dan buruk
Orang yang berkulit hitam legam, menurut penelitian, tidak akan terkena oleh penyakit kanker kulit, di saat lapisan ozon kian menipis, bahkan bocor. Di saat itulah orang berkulit kuning dan putih sangat rawan terhadap penyakit kulit yang bermacam-macam jenisnya.
Ciptaan Allah, betapapun hitam, buruk, dan jeleknya, sebenarnya tidak ada yang jelek, hanya mata manusia yang selalu salah memandangnya. Semakin jelek seseorang, semakin rendah godaan untuk berbuat maksiat, di dalam dirinya. Biarlah seseorang buruk dan jelek menampilan fisiknya, tapi intellek, agamis cara berfikirnya maka tempatnya di masjid atau di DPR. Sebaliknya orang yang putih kulitnya cakep dan tampan, tapi pezina dan koruptor, maka tempatnya di penjara. Di akhirat kelak masuk neraka:

“Sesungguhnya Tuhan tidak memperhatikan bentuk dan rupamu. Dia memperhatikan hatimu dan amalmu” (Al-Hadits)

Ada surat kabar Inggris yang menurunkan hasil penelitian bahwa orang kulit hitam lebih indah dan lebih sempurna kehidupan seksualnya, dibandigkan dengan rata-rata orang kulit putih di Eropa, karena itu makin banyak jumlah orang kulit putih yang menikah dengan yang kulit hitam (Wallahu alam bissawab).

D. Hukuman Potong tangan dianggap buruk.

Sebagai dasar pelaksanaan hukuman tangan bagi pencuri ilah Al-Qur’an surat Al-Maidah : 38 yang menyatukan sebagai berikut : “Para pencuri laki-laki dan wanita hendahlah di potong tangannya supaya menghilangkan kejahatan di dunia ini”.
Di zaman Umar yang menjadi yang menjadi presiden Islam yang ke-II beliau pernah tidak memperlakukan hukuman potong tangan terhadap seorang pencuri dimusin kegagalan panen (musim paceklik) sebaliknya yang dihukum adalah orang yang kaya yang gandumnya dicuri/pencuri tersebut.

Hikmah hukuman potong tangan itu, yaitu :
1. Menanamkan rasa percaya diri terhadap semua orang bahwa dengan 2 tangannya manusia bisa mencari rezeki yang halal. Di dalam Al-Qur’an surat jumat : 9 menyatakan rahasia yang mendapatkan banyak rezeki ialah harus bangun pukul 4 subuh berdoa kepada Tuhan kemudian bertebarlah di muka bumi mencari rezeki yang telah diciptakan Tuhan.
2. Hukuman potong tangan itu sifatnya praktis dan memberikan rasa takut kepada anak-anak yang melihatnya.
3. Memberikan peringatan kepada orang-orang kaya memperlakukan saudara-saudaranya yang miskin agar secepatnya dibantu supaya tidak terkena hukuman potong tangan.
4. Sebagai cabuk bagi dunia pendidikan agar menanamkan etos kerja kepada semua anak didiknya dan harus dijamin bahwa tangan mereka benar-benar terampil
5. Sebagai dorongan bagi orang tua untuk menghapuskan sifat-sifat malas di dalam keluarganya karena orang-orang yang malas itulah kelak yang akan menjadi perampok dan pencuri.
6. Sebagai pelajaran bagi resedivis (penjahat) agar tertanam dalam hatinya untuk tidak mencuri lagi dengan penyesalan yang sangat tinggi.
7. Sebagai dorongan bagi wakil rakyat dan pemerintah yang berkuasa agar benar-benar menghapuskan kemiskinan di daerahnya.
8. Agar orang kaya benar-benar menyalurkan zakat, infak dan sedekahnya kepada fakir miskin, sehingga simiskin tidak akan mencuri.
9. Agar para ulama, muballigh benar-benar menanamkan keimanan yang kokoh kepada masyarakatnya, sampai ia yakin bahwa masyarakat disekitarnya tidak akan mencuri.
10. Agar para cendikiawan dan para sarjana benar-benar memberikan keterampilan yang benar-benar mampu membuat generasi mudanya, hidup mandiri, dan mustahil ia akan mencuri.

Maaf kesimpulan pemikiran ini masih boleh dibantah, karena 10 Hikmah tersebut hanya hasil renungan penulis pribadi yang dho’if.

BAB IX
SIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan
Jawaban terhadap orang yang menyatakan Tuhan terlalu pelit, Tuhanlah yang salah.
Orang berpendapat, bahwa kebebasan berbuat semau diri, adalah pelanggaran terhadap kehendak Tuhan, merampas kedaulatan dan wewenangNya. Mereka anggap menuntut kebe¬basan, serupa dengan mempersekutukan Tuhan dalam memerin¬tah dan menghukum. Atas dasar faham tersebut, menyatakan akan menjadi banyaknya kehendak selain kehendak Tuhan. Faham ini tidak benar sama sekali. Sebab, kehendak Tuhan di atas kehendak manusia. Kehendak manusia takkan dapat mengalahkan kehendak Tuhan.
Adakalanya seorang berbuat sesuatu yang dibenci Tuhan. Tetapi ia takkan dapat berbuat apapun yang berlawanan dengan kehendak Tuhan itu.
Tuhan memberi kita kebebasan untuk berbuat segala sesuatu, sekalipun yang dibencinya. Karena itu kita dapat berbuat pelanggaran dan berbuat maksiat. Tetapi, sekali-kali Dia takkan memberi kebebasan kepada siapa pun untuk mengalahkan dan menyabot kehendak-Nya itu. lni, salah satu dari kerelatifan dan keterbatas¬an kebebasan manusia. Tuhan berfirman .

“Jika Tuhanmu (hai Muhamad) menghendaki, tentulah mereka semua beriman. Apakah kau hendak memaksa manusia semuanya beriman”. Q. 10:99

B. Penutup
Akhirnya Penulis tutup dengan yang pernah di ucapkan oleh Imam Ashaari Muhammad At-Tamimi, dalam bahasa Melayu Malaysia :

Aku menangis wahai Tuhan
Karena aku belum redho dengan takdir-Mu
Aku menangis wahai Tuhan,
Karena aku belum dapat bergembira dengan kegembiraan
orang lain
Aku menangis wahai Tuhan,
Karena aku belum dapat mengutamakan akhirat dari dunia
Demikian tidak sucinya hatiku wahai Tuhan
Lalu aku menangis selalu
Karena sakitnya hatiku
Karena terasa beratnya bebanku ini
Mengapa engkau menguji begini Tuhan
Apa maksud-Mu?
Pengampunan dosa?
PeRingkatan derajat?
Atau kutukan penghinaan?
Tuhan,
Engkau adalah Tuhan yang Rahim
Cukup baik dan paling baik
Masakan Engkau bermaksud jahat padaku,
Sedangkan Engkau tahu betapa rindunya aku,
Untuk menjadi manusia yang baik,
Yang selamat dunia dan akhirat
Sering aku menangis
Memohon dari-Mu iman dan taqwa,
Aku menangis memohon hati yang sejahtera dan bahagia
Ketika berada dalam ujian-Mu
Engkau tentu lihat wahai Tuhan
Air yang mengalir dari mataku
Waktu sujud pada-Mu
Untuk menagih keampunan-Mu
Dan meminta diisi hatiku ini
Dengan iman dan taqwa

Dengan rasa cinta dari rindu pada-Mu
Rasa malu dan harap
Rasa gerun dan hina diri
Dihadapan-Mu wahai Rabbul ‘Alamin
Rasa redho dan sabar, ikhlas dan tawadhuk,
Hingga aku dapat tenang waktu diuji
Dapat gembira bersama kegembiraan orang lain
Namun kapan agaknya permohonan itu,
Akan mendapat layanan dari-Mu?
Atau aku tidak layak untuk-Mu?
Tuhan,
Sungguh aku yakin dengan kepemurahan-Mu
Karena sudah sering Engkau menolongku
Maka demikianlah kali ini, ujian ini moga-moga untuk tujuan
aku dapat menjadi hamba yang redho dengan Tuhannya,
Yang dapat bergembira dengan kegembiraan orang lain
Yang dapat melihat akhirat itu jauh lebih utama dan
lebih hebat dari dunia ini
Agar aku tidak menangis lagi, Tuhan
Tidak lagi menangisi dunia yang menipu ini!!!

DAFTAR BACAAN

1. Tunjuk Ajar Melayu H. Thenas Effendi
2. Jati Diri Melayu T. Lukman Sinar, SH
3. Orang Melayu Drs. Isjoni Ishaq, dkk
4. Khasanah Peribahasa Melayu Sulaiman Zakaria
5. Berpikir Positif Norma Vincent Peale
6. Berpikir Bertindak Dou Hooper
7. Berpikir dan Berjiwa Besar David J Schwartz
8. Membina Pribadi Dinamis Kreatif William GG & William OU
9. Pribahasa Balai Pustaka
10. Kandil Akal di Pelataran Budi Al Azhar & Elmustian
11. Keajaiban Kekuasaan DR. Amien Rais
12. Pelajaran Berpikir, Berpikir Lateral
Enam Topi Berpikir, dll Edward de Bono
13. Berpikir Maju Sumber Dari Sedap Sukses … Napoleon Hill
14. Dilema Melayu Mahathir Muhammad
15. Filsafat Takdir Arifin Jami’an M
16. Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu) A. Samad Ahmad
17. Membongkar Mitos Barat Muhammad Rakib
18. Wirid Yasin Sebagai Universitas Muhammad Rakib
19. The Teachings of the Compassionate
Buddha, 1958, E.A. Burtt.
20. Buddhism, 1952, Christmas Humphreys.
21. Sources of Chinese Tradition, jld 1, 1964, Wm. Theodore de Bary.
22. World’s Living Religions, 1930, Robert Ernest Hume, Ph.D.
23. The Religions of Man, 1961, Huston Smith.
24. Guide to the World’s Religions, 1963, David G. Bradley
25. How the Great Religions Began. 1960, … Joseph Gaer.
26. Dhual-Islami, jilid I–III, 1964, Dr. Ahmad Amin.
27. Bahjar-al-Sunniyat, edisi 1319 H, Muhammad ibn
Abdil¬lah Al Khalidi.
28. Aqaid bainal Samak wal Ardhi, 1962, Dr. Sulaiman Mud¬zhir.

Lampiran I
SOSIOLOGI SAINS
(M. RAKIB JANE MARY)
Sesuai dengan Q.S. Yasin : 81

PLANET MIRIP BUMI DITEMUKAN
581 C DI LUAR SISTEM TATA SURYA

Washington, Tribun Pekanbaru 26 April 2007 : Astro¬nom Eropa, Rabu (25/4), mene¬mukan sebuah planet baru yang paling mirip dengan bumi, di luar sistem tata surya. Planet 581 c dengan temperaturnya yang sejuk, memungkinkan adanya air dan kehidupan.
Para ilmuwan dari Swiss, Perancis, dan Portugis yang ter¬gabung dalam satu tim meng¬gunakan teleskop ESO 3.6-m. “Planet yang belum diberi nama itu besarnya satu setengah kali bumi dan lima kali lebih pejal,” ungkap kata Stephane Udry dari Observatorium Jenewa.
“Kami sudah menaksir bahwa suhu rata-rata super-Bu¬mi ini antara 0 hingga 40 derajat Celsius, karena itu air dalam keadaan cair,” ujarnya.
Planet itu terletak di sekitar bintang yang disebut Gliese 581, sekitar 20,5 tahun cahaya dari sistem tata surya Bumi dan termasuk 100 bintang terdekat dari Matahari. Planet itu lebih dekat ke bintangnya dibanding jarak Bumi ke Matahari. Satu tahun planet tersebut sama dengan 13 hari di Bumi.
Xavier Delfosse dari Uni¬versitas Grenoble di Prancis mengatakan planet temuan baru itu dapat dihuni dan pasti menjadi sasaran bagi misi luar angkasa mencari mahluk luar angkasa di masa depan. “Air dalam bentuk cair sangat pen¬ting bagi kehidupan. Bagai peta harta karun, orang akan me¬nandai planet ini dengan tanda X,” katanya.
Lebih dari 200, planet di luar tata surya Matahari, ditemukan dalam 12 tahun terakhir. Keba¬nyakan adalah gas padat yang sangat besar mirip Jupiter.
Menurut para peneliti da¬lam sebuah surat yang disampaikan pada jurnal Astronomy and Astrophysics, planet ini mungkin berbatu, dengan air, dan dalam zona yang dekat dengan matahari.
Gliese 581 terletak diantara 100 bintang terdekat dari bumi, hanya 20,5 tahun cahaya dalam rasi bintang Libra. Satu tahun cahaya yaitu jarak yang ditem¬puh cahaya dalam satu tahun, sekitar 10 triliun kilometer. Bintang Gliese 581 lebih kecil dan lebih suram dibanding matahari. Jadi planet tersebut bisa lebih dekat ke Gliese namun tempe¬raturnya tidak terlalu panas.
Menurut David Bennett, peneliti planet dari Universitas Notr Dame di Indiana, sejuknya temperatur planet tersebut saat ini bukan berarti menunjukkan air masih ada di sana. Mungkin saja air itu telah menguap karena temperatur planet yang sangat panas sebelumnya.
Tim yang sama juga telah mengidentifikasikan planet yang lebih besar dan juga me¬ngorbit Gliese 581. Para ang¬gota tim mengatakan mereka mempunyai bukti yang kuat mengenai planet yang memiliki massa delapan kali lebih besar.
Misi masa depan, berkisar 20 sampai 30 tahun, mungkin akan mampu menghambat cahaya dari bintang dan mengambil gambar spektrografik planet-¬planetnya. Warna cahaya yang datang dari planet dapat mem¬berikan isyarat ada tidaknya air atau mungkin saja sejumlah be¬sar tanaman ada di sana.
Tim peneliti termasuk para ilmuwan yang telah menemu¬kan planet di luar sistem tata surya di tahun 1995. Banyak tim yang mencari planet yang me¬ngelilingi bintang yang lain. Ter¬utama sekali planet yang mirip dengan bumi kita, yang dapat menyokong kehidupan di masa depan. (eso/ap/dpa/ant/art)

Cinta Pertamaku Ditilang Nenek Sihir “Novel”

PENGANTAR

Novel “Dari Lembah Bukit Ranah Singkuang” jilid 3 ini banyak breisikan ungkapan filsafat, yang berorientasi ke Perguruan Tinggi. Novel ini kutulis bersamaan dengan penulisan disertasiku di program doktor (S-3) di Universitas Riau karena masih banyak waktu senggang, maka kuisi dengan mengarang cerita ini.
Menulis novel ini lebih banyak kulakukan di malam hari, sedangkan menulis karya ilmiah kulakukan di waktu pagi dan siang hari.
Rentang waktu yang terukir menjadi pahatan hati dari setiap jengkalnya. Kini saat aku menyadari se¬mua perjalanan itu aku mencoba untuk menguraikan kisah sederhana ini. Aku mencoba mengabadikan¬nya dalam sebuah bentuk penuturan jiwa sebagai ungkapan rasa terimakasih pada kerangka hidup yang tercipta untuk diri ini.
Saat pagi mulai menyapa, saat malam meng¬hilangkan keangkuhannya, ada jejak yang tertinggal. Sebuah jejak dari ending yang telah nampak. Per¬jalanan cinta dan hidup dari pengembaraan jiwa me¬nyayatkan ragam kemegahan. Dari situlah semuanya mengalir, seperti aku mengalirkan tautan kata demi kata dalam bahasa yang bisa membuat aku berkelana pada kedamaian jiwa.

Semoga Bermanfaat.

Pekanbaru, 12 Januari 2006
M.R. SASTRA CANDRA DARMA

DAFTAR ISI

Motto i
Pengantar ii
Pendahuluan iv
BAB I UNTUNG PATAH HATI 1
Tiga tahun kemudian 2
Tak mungkin dicari lagi 9
Pulang ke tanah kelahiran 17
BAB II MENEMUKAN OBAT PATAH HATI 29
Pepatah amanah guru kepada murid 38
Buku hadiah Sang kekasih 43
Do’a untuk arwah 65

PENDAHULUAN

Diriku kurefleksikan sebagai Sang Penyair di dalam Novel ini, karena kesukaan sejak kecil adalah barsyair dan berpantun. Karena hobiku di bidang sastra, maka di ujung namaku kadang-kadang kutulis nama tambahan yaitu Satra Candra Darma. Di pangkal nama itu ada huruf “M.R” itulah nama asli penulis “Muhammad Rakib” yang kadang-kadang disembuyikan sekedar ingin mendengarkan komentar pembaca.
Di dalam novel ini memang lebih banyak kisah cinta, karena cinta hadiah terindah dari Tuhan.
Cinta, tak akan pemah lapuk di makan waktu. Satu kata namun betapa banyak arti dan keindahan yang dirasakannya. Mengapa lahir perasaan cinta? Mengapa ada kata yang dinamakan cinta? Mengapa cinta selalu hadir dan dirasakan oleh siapa pun juga? Mengapa….mengapa dan mengapa.
Mungkin Anda bahkan penulis sendiri akan makin tidak mengerti ketika kita makin dalam mencari arti cinta itu sendiri, dan akan lahir jutaan pertanyaan “mengapa”. Itulah sebabnya penulis lebih senang mengatakan bahwa cinta bukan untuk dipertanyakan, cinta bukan suatu kata yang harus dicari jawabannya. Biarkanlah dia mengalir apa adanya dalam jiwa, biarkan dia bersemayam dalam bingkainya pada relung-relung kalbu kita dan biarlah segenap kerangka tubuh kita merasakan dan menghayatinya. Dengan sendirinya tanpa mampu dicerna kita akan bisa mengartikan cinta itu sendiri.
Terkadang malam menjadikan siang dan pagi seperti pagutan waktu yang mungkin saja bisa menciptakan cinta dalam sesaat, terkadang pula dalam musim yang berganti dalam roman perjalanan sang mentari cinta akan hadir begitu lama, atau bahkan mungkin dalam sejenak hanya dalam hitungan detik cinta akan menyapa tahta hati.
Beberapa nama yang tetap ku kenang sampai akhir hayatku, sang Putri yang bernama Maharani, kemudian ada lagi Hamidah dan Syarifah, yang akan disajikan pada novel jilid berikutnya. Kutulis kisah cinta karena banyak hal aku tak habis mengerti.
Kadang aku tak habis mengerti, mengapa kemuliaan harus berdiri di atas perampasan kemuliaan orang lain? Tidak adakah keluhuran yang berdiri di atas keadilan? Adil bagi siapa saja dan memang adil, tidak berpihak pada siapa pun juga, kecuali pada keadilan itu sendiri. Andai ada pergerakan semacam itu, aku tak akan berpikir panjang lagi, aku akan turut serta menjadi motornya. Kini, aku terus, bergerak, berjuang melawan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.

BAB I
UNTUNG PATAH HATI

Setelah Sang Putri dipersunting oleh Pangeran kaya raya dari negeri asing, sang penyair tidak melakukan usaha apapun untuk mengambil Sang Putri kembali. Karena hal itu pasti tidak mungkin. Sang Penyair hanya mengatakan “Aku pasrah dalam do’a”.

“Tuhan, hari ini jiwa ini masih bisa menyebut nama-Mu. Dalam jalinan warna putih kuuntai doa. Tak ada yang lebih mengerti selain Engkau. Kepada-Mu-lah semua jiwa pasrah. Tuhan semoga hari esok dan selanjutnya, jiwa ini masih tetap bisa memuji-Mu.”

Itulah do’a dari seorang yang patah hati. Sang Penyair melarikan diri dari kepedihan di jantungnya dengan cara berpetualang ke beberapa Universitas di Pekanbaru, ibukota Propinsi Riau, sehingga meraih tiga gelar kesarjanaan dalam waktu yang hampir bersamaan. Prestasi akademisi ini jarang didapatkan oleh teman-teman seangkatannya. Hanya itu sajalah hikmah dari sakitnya patah hati.
Sudah tiga kampus yang dimasuki, banyak wajah mahasiswi cantik yang ditatapnya tapi tak satupun yang singgah di hati Sang Penyair. Luka di hatinya terlalu parah. Entah kenapa walaupun Sang Penyair hanya tersimpan wajah Sang Putri, yang bernama Maharani. Ungkapan hatinya hanya mengatakan.

“Dikala sang bayu menorehkan legenda, aku sampai kiamat, tetap mengenangmu, di lembah bukit Ranah Singkuang, Kampar”.

Mengenangmu di malam ini, ada dahaga di sela redupnya nurani. Angan ini mengatakan betapa agungnya dirimu, mampu membuka mata dan jiwa, menepis kerontangnya dawai hati. Bersamamu jiwa ini bangkit, bersamamu kuuntai mekarnya sang mawar.”

Tiga tahun kemudian
Sang Penyair yang sudah menyandang beberapa gelar, mendapat sedikit popularitas. Bacaan puisinya dan ceramah-ceramahnya mengigit dan mencekam, sehingga dikagumi oleh banyak orang.
Tiga tahun kemudian ia diundang oleh sekelompok masyarakat daerah terpencil untuk memberikan ceramah tentang tahun baru. Desa terpencil itu jaraknya 110 kilometer dari ibukota propinsi Riau. Di simpang jalan sudah ada spanduk menyambut tahun baru hijriah serta ucapan selamat datang kepada sang Penyair.
Pulangnya pukul 07.00 pagi, sang Penyair naik Super Benz, mobil tambang antar kota dalam propinsi. Belum ada penumpang lain yang naik. Sang Penyair menyetop mobil itu, dan duduk paling depan. Lima belas menit kemudian mobil itu distop pula oleh seorang wanita cantik membimbing anak berumur tiga tahun. Sang Penyair tidak ragu lagi, wanita cantik itu adalah sang Putri, yang disunting oleh seorang Pangeran asing tiga tahun yang lalu. Sang Putri duduk di bangku paling belakang.
Sang Penyair menaiki mobil itu, tapi duduk paling depan. Sulitnya mereka hendak berkomunikasi. Sang Penyair tidak dapat menanyakan apapun walaupun tubuhnya gemetar menahan rindu yang bukan kepalang tanggung. Dirinya merasa gelisah dan serba salah. Sedangkan Pak Sopir menangkap suatu getaran lain, selain getaran mesin mobilnya. Sang Penyair hanya berbicara sendiri di dalam hati.

“Aku kadang tersenyum sendiri mengingat perjalanan yang aku lalui bersamamu, begitu banyak kebahagiaan yang aku rasakan. Candamu, bujuk rayumu, sentuhanmu membuat aku terlenakan oleh hawa yang kamu tebar. Aku sebenarnya hanyut oleh alur yang tercipta. Apakah kamu mengingatnya juga ketika kita seiring bersama menggayutkan malam. Bagiku saat terindah di antara saat-saat lainnya yang pernah kita lalui bersama.

Kalau mau jujur aku lebih menyukai kamu yang dulu, sederhana, bertingkah seadanya, dan yang mungkin harus lebih kamu ketahui, aku begitu senang menatapmu dari arah belakang. Cara berjalanmu yang menjingkatkan kaki menunjukan kalau dulu adalah seorang Putri di hati. Ah….haruskah aku terus menggerayangi setiap jengkal yang pernah tercipta, sementara kamu mungkin lebih menikmati apa yang sekarang sedang kau nikmati.
Tak, terasa memang perjalananku mengenal sosok dirimu sudah hampir tak terhitung. Aku kembali tersenyum mengenang awal perkenalan kita. Sampai sekarang pun, kamu tetap yang ter¬indah yang pernah aku kenal dan yang pernah aku miliki. Entah sampai kapan rasa kagumku padamu besemayam dalam hati. Dan kalau boleh aku jujur lagi, sedikitpun tak pernah ada niat bagiku untuk membuat jarak di antara kita. Aku masihlah seorang yang kamu kenal dulu, untuk pertama kalinya. Aku masihlah aku dengan ke¬sendirianku, dengan alam khayalku, yang hanya bisa jujur pada kata dan kalimat yang tertuang dalam sebuah tulisan, yang hanya bisa diam kala kediaman itu ada di antara kita secara tiba-tiba.
Kini di saat aku merasakan suatu ketidakber¬dayaan dalam diri, aku memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya bahwa aku harus mengakhiri keegoisanku yang selama ini menjadi teman dalam mengisi hari, aku harus mengakui bahwa aku memang butuh kamu, butuh dirimu sebagai sosok yang aku kenal dulu, saat pertama kalinya.
Ah….mungkin terlalu melankolis jika aku pun harus mengatakan bahwa rasa khawatirku seringkali hadir kala kamu jauh dari sisiku. Aku takut kamu tak kembali dalam ……… ku, dan ketika kamu hadir kembali akupun tersenyum, meski senyumku tak pernah aku tunjukan padamu. Bagiku biarlah apa yang aku rasakan aku rasakan sendiri, aku bukan seorang yang bisa memberikan perhatian di depan banyak orang. Aneh…..aku juga merasakan hal yang aneh pada diriku, dengan sifat, sikap dan karakter yang aku punyai ini.
Waktu memang begitu cepat berlalu. Lambat¬ laun aku mulai mengenal karakter dari sosok dirimu yang selalu hadir dalam langkahku. Aku mulai mengenal sifat-sifatmu walau tidak sepenuhnya.
Ah…kini semuanya telah berubah, kamu yang dulu aku kenal tidak lagi seperti dulu. Ba¬nyak yang sudah berubah, keakrabanmu, canda¬mu, bujuk rayumu seolah hilang, dan kamu seolah enggan untuk menciptakannya lagi. Aku tak per¬nah berpikir sebelumnya bahwa aku akan men¬dapatkan kisah seperti ini. Batin kita begitu ber¬jauhan walalu fisik kita begitu dekat.
Aku tak meminta kamu untuk mempercayai apa yang sudah aku tulis. Biarlah kejujuran yang aku rasakan aku ungkapkan lewat kata. Bagiku kejujuran dan ketulusan bukan selayaknya diberi¬kan pada orang lain, namun yang paling hakiki semua itu kita curahkan pada dan untuk diri sen¬diri. Jujur pada diri sendiri adalah lebih penting, karena dengannya kita bisa lebih bersikap jujur pada yang lain dan kita bisa lebih menghargai arti sebuah kebersamaan dalam tatanan hidup dan kehidupan.
Ah…. waktu mulai mengalir akupun harus segera beranjak mengakhiri khayalku. Ini adalah wujud dari adanya pengakuan rasa yang terasa di saat aku begitu ingin mengungkapkan kata hati. Aku akui kini semua kutulis dan semua ku¬ungkapkan karena memang aku menyayangi apa yang sepatutnya aku sayangi dan karena memang aku begitu takut kehilangan satu sosok utuh yang seringkali menggerayangi alam sadarku. Harapku kediaman yang ada adalah suatu cermin kata hati untuk mengungkapkan makna hati yang ada. Semoga hari esok akan lebih indah dan hari ini, hari yang sudah dilalui akan menjadi cerminan sikap untuk selanjutnya. Semoga sosok utuh itu pun tak lagi terkatup, aku ingin alam benakmu kau tabur dalam kalimat penuh makna yang kau urai untukku.
Sang Penyair yang duduk di bangku paling depan, memaksa kepalanya berputar kebelakang menghadap kepada Sang Putri yang sedang memeluk anaknya yang berumur 3 tahun,
“Maharani !”
“Maharani !” panggilan dari Sang Penyair, Sang Putri menundukkan kepalanya, tanpa membari jawaban apapun. Sementara mobil tambang itu terus melaju mencari penumpang lain.
“Maharani !” Sang Penyair memanggil lagi.
Barulah saat itu Sang Putri mengangkat kepalanya, tampaklah wajahnya yang cantik itu basah oleh linangan air mata. Tanpa jawaban, ia menundukkan kepalanya kembali, sambil memeluk anak perempuannya yang berumur 3 tahun.
Sang Penyair, tidak berani lagi memanggil Putri Maharani. Manyaksikan air mata yang membasahi pipi, hatinya semakin tidak karukaruan. Benar-benar serba salah. Bagaimana caranya menafsirkan air mata yang tak ditujukkan oleh sang Putri. Tiga gelar kesarjanaan, Drs, S.H., M.Ag, yang dimiliki tidak berarti apa-apa untuk membaca arti suasana yang penuh sinyal debaran yang tentu arah.
Selagi, Sang Penyair memaksa kepalanya memutar ke belakang, ke arah Sang Putri, “Astaga, Sang Putri dan anaknya secara misterius menghilang, padahal mobil tidak pernah berhenti.
“Kapan turunnya Sang Putri?”
“Entahlah, muncul teka-teki baru”.
Di hati Sang Penyair ingin bertanya kepada sopir, tapi malu. Sudah dua kali tingkahnya yang memalukan, karena sang Putri tidak manjawab pangilannya. Tapi sang Putri memang kelihatan sedikit agak salah tingkah. Tidak mungkin ditanyai, “Hai entah apa lagi ini”.

Tak Mungkin Dicari Lagi
Dia lah mutiaraku yang telah lama hilang. Tapi dia berubah dengan betukarnya musim dan bergantinya hari.
Hari berganti, waktupun berlalu, namun tekad dan harapanku untuk selalu bersanding dengan¬mu tak pernah pudar bahkan semakin terasa menggunung. Perjalanan panjang yang telah aku lalui bersamamu telah membuat diri ini tersadar bahwa hidup tak selamanya harus aku tempuh dalam kesendirian. Aku sadar sekarang dengan kehadiranmu hidupku semakin berwarna dari membuat aku semakin mengerti tentang arah dan langkah yang harus dan yang akan aku tempuh.
Rentang waktu berlalu sudah, bukan hanya cinta yang ada untuk sekarang ini tapi peng¬harapan dari adanya saling berbagi, saling men¬dorong dan lebih dari itu semua yang ada adalah bagian dari langkah untuk hidup dan kehidupan yang akan datang. Terkadang aku berpikir akan¬kah aku sanggup untuk mengarungi hidup ini ber¬sama dia walau kini terpisah oleh jarak dan waktu? Aku tak mampu menjawab dan aku yakin jawab¬an itu tak akan pernah ada seandainya aku tak mampu untuk mencoba. Untuk itulah aku harus bersikap dewasa. Aku bukan lagi sosok yang harus selalu berdampingan dalam menimang sesuatu, aku sekarang adalah sosok yang harus selalu siap menghadapi, apa yang ada demi sesuatu yang menjadi tujuanku di masa depan.
Masa depan, terlalu riskan untuk aku omong¬kan, namun terlalu naif jika aku tak memikir¬kannya. Dengan keberadaanku sekarang ini, aku mencoba untuk terus bertahan dalam mencari arti dari suara batinku. Kepekaanku dalam menilai pribadi seseorang aku jadikan patokan sebagai tombak untuk aku mampu menilai tentang siapa diri ini. Dari situ aku semakin berpikir apakah aku sudah pantas untuk dicintai, apakah aku sudah pantas untuk menyebut diriku sebagai seorang makhluk yang hamba Tuhan, apakah aku sudah pantas dan sudah mampu untuk mencintai seseorang? Tetap sama dengan apa yang sudah aku curahkan bahwa semua itu tak akan pernah ada jawabannya seandainya aku tak mampu untuk mencoba.
Mencoba, mencoba dan terus mencoba, batinku selalu menyuarakannya dan ragaku selalu berusaha untuk membuktikan bahwa ada sebentuk kenyataan yang harus aku terima dari semua yang telah aku coba. Selama ini aku terlalu angkuh terhadap keberadaan jiwa dan ragaku, aku terlalu menampilkan satu sosok yang sebenarnya sosok itu bukanlah sosok yang ada pada jiwaku. Yach…. aku sering terobsesi oleh skenario yang aku buat sendiri walau aku sadar lakon yang ada adalah wujud dari sutradara terbesar di dunia ini. Untuk itu aku tak mampu jika aku harus melakonkan peran yang tak sesuai dengan kemauan sang sutradara. Sadar akan hal itu aku selalu berusaha untuk menjadi insan yang memang diharapkan oleh sang sutradara.
Malam gelap kadang menjadi teman dalam mencari jati diri bagiku, air suci yang aku basuhkan sering membuat aku terkesima merasakan satu bisikan nurani yang aku artikan sebagai penjelmaan suara dari sosokku seutuhnya.
Aku sandarkan kepenatan yang ada pada bisikan malam, terasa air hangat menetes memberi aroma lain pada sebentuk wajahku. Aku tersedu, aku meratap, cobaan demi cobaan, hambatan demi hambatan selalu datang mengusik. Aku tak pernah lelah untuk memohon, karena aku tak kuasa untuk menghalau jika aku tak bertafakur. Ah … perjalanan langkahku telah mampu mem¬bentuk pribadi seorang yang kini terpaku pada ribuan pertanyaan.
Lama sudah aku menciptakan tapak dalam putaran dunia ini, banyak sudah aku membuat sketsa hidup yang penuh dosa, panjang sudah aku merasakan cinta yang sebenarnya dari seorang sosok yang diciptakan untuk melahirkanku, ya … selama itu pulalah aku sudah merasakan belaian manja dari seorang sosok yang menjadi teman dari sosok yang telah melahirkanku, selama itu juga aku sudah menjadi diri dari bagian makhluk di bumi ini, sudahkah aku mampu menjadi sosok yang diharapkan oleh semua itu?
Pilar hatiku bergemuruh manakala teringat semua itu, ambisi yang ada untuk menciptakan pondasi bagi kelanjutan langkahku seringkali goyah jika aku berpijak dari satu kenyataan yang membuat bibir ini terkatup untuk menyebut satu nama yang ada pada setiap tafakurku. Sekarang di sela-sela kesibukanku dalam mengejar dan meraih apa yang menjadi kata hatiku aku terbuai oleh nyanyian masa lalu. Masa lalu yang sudah aku lalui telah menorehkan sepenggal keraguan bagiku untuk menilai pribadi lain dari sosok yang bukan kaumku. Masa laluku yang kelabu men¬jadikan aku sebagai sosok yang tak peduli dengan bisikan suci bahwa aku butuh seseorang yang sanggup mengayomi langkahku, itulah masa laluku yang aku jadikan sebagai pemicu bagi langkah yang harus aku lakoni untuk sekarang maupun masa yang akan datang.

Aku tidak bermimpi, tetapi kenapa aku seperti berada dalam bayangan?. Demi Allah aku tidak bermimpi. Jelas benar kulihat mobil yang kutumpangi berhenti di desa Tandun Rokan Hulu, lalu naiklah Sang Putri dan anak perempuannya menuju ke arah Pekanbaru, melalui Jembatan Rantau Berangin, tanpa berhenti, tapi kenapa Sang Putri bisa menghilang?.
Akhirnya mobil angkutan penumpang itu tibalah di Pekanbaru, berhenti di Simpang Baru, dekat rumah Abang kandung Sang Penyair yang bernama Salahuddin. Panggilannya “Bang salah” atau Bang Udin. Tapi sering di panggil Bang Salah.
“Kau ini sama dengan anjing” kata Bang Salah.
“Kenapa Bang ?.” Sang Penyair terkejut.
“Kau tahu anjing, yang di bawah kolong rumah itu, maafya, …. anjing itu tidak tahu bahwa dirinya sedang menderita. Anjing itu tidak pernah berniat untuk tidur di atas kasur yang empuk, dibelai oleh bidadari, tidur di bawah tangga itulah yang paling enak baginya. Ia menikmati kebusukan dan penderitaan”.
“Kau seperti aning itulah”
“Menikmati penderitaan ?”
“Ya”, jawab Bang Salah.
“Hei kamu itu menikmati enaknya patah hati, manisnya kekeewaan, berlarut-larut. Buktinya sudah tiga tahun sang Putri meninggalkanmu. Tapi, kau tak pernah mencari ganti !”

Bang Salah sejak dari kecil-kecil di Kuala Kampar, memang selalu mengucapkan kata-kata yang kasar. Contoh-contoh yang ia ucapkan, selalu saja, “Anjing, Babi, Hantu, dan menjijikan”.
“Kau ingat si Vony yang dulu waktu kecil, pernah tinggal di rumah kita?, Dia lebih putih, dan lebih cantik dibandingkan Putri Maharani, yang kau puja-puja itu”.
Sang Penyair sadar dari lamunannya, jiwanya tersentak disebut nama Vony di Penyalai Kuala Kampar yang dikelilingi oleh Laut.

“Benar juga kata Bang Salah, tapi kenapa selama ini aku melupakannya?”. Nama Vony kini mulai menjelma dan terwujud di dalam suara batinku”. Kata Sang Penyair.

“Berbekal dari pengalaman masa laluku, aku mencoba untuk mewujudkan suara batin itu, aku menerima kehadiran dia sebagai sosok yang me¬mang pantas untuk aku jadikan sebagai san¬daranku, kubangun satu impian bersamanya, ku¬relakan keegoisanku berlalu dari jiwaku, ku¬bulatkan tekad untuk menjadi miliknya, ku¬enyahkan keangkuhan yang ada, semua aku laku¬kan demi jeritan batinku dan aku yakin kesetiaan yang menjadi bagian dari derajatku akan ter¬balaskan olehnya sekalipun dera yang ada se¬karang ini mampu mengguncang tahta yang aku rasa bersamanya. Harapanaku yang ada sekarang hanyalah untuk selalu menjadi sosok yang pantas untuk dijadikan sebagai figur bagi dia dan itu semuanya aku wujudkan dari sepenggal kisah yang akan aku lakoni di waktu ini. Biarlah semuanya aku arungi, biarlah semuanya aku abdikan karena waktu yang telah membuat aku untuk selalu menjadi diri yang seutuhnya untuk menjadi diri yang menyuarakan suara batin dari keikhlasan untuk aku sembahkan atas kehadiran dia yang mampu menjadikan sebagai pribadi yang ada di saat ini, pengganti sang Putri.
Mengharap Jawaban. Apakah Vony masih sendiri?. Maafkan aku yang begitu saja mencintaimu, dan maafkan aku yang tak mampu membendung rasa kecewa dan emosiku. Aku tak mampu lagi membendung per¬kataan kataan suci dari mulutku, karena malam ini jiwa¬ku begitu erat bersatu. Bersama kata hatiku, ya malam ini ingin aku curahkan bahwa memang aku mencintaimu ………………
Ah … malam kian menggantungkan sayapnya, dan aku masih hanyut dalam jalinan kataku, apalah artinya sebuah cinta kalau aku sendiri tak mampu untuk mewujudkannya. Aku memang mencintaimu, tapi akupun tak mampu berkorban, terlalu jauh…rasa takut selalu membayangi setiap jengkal langkahku. Aku ingin ada pertemuan di¬antara kita, namun akupun masih belum mampu untuk sedikit berkorban menapakan langkahku.
Aku memang mencintaimu, dan apakah salah jika akupun mengungkapkan apa yang aku rasa sekarang ini. Walau aku sadar begitu anehnya rasa ini hadir … namun aku pun tak mampu menolak tentang semua yang terjadi. Semua terjadi begitu saja, aku tak mengembangkan dan aku pun tak mematikan segala yang ada. Mengalir dalam alurnya, tak ada yang patut disalahkan karena semuanya terjadi atas Kehendak-Nya. Yang jadi pertanyaanku sekarang, kenapa pesonamu mampu meluluh lantahkan segenap jiwaku.
Tuhan, terimakasih atas segala yang telah aku rasakan, aku tersenyum dalam balutan warna gelap karena aku menyadari bahwa aku masih bisa merasakan bagaimana indahnya senandung cinta bersemayam kembali dalam benakku. Per¬nah aku berkata bahwa apakah mungkin aku mampu jatuh cinta lagi, apakah aku sudah merasa … oh, ternyata waktu telah mampu merubah segala yang ada, waktu mampu merubah tentang jalan hidupku … kenyataan yang ada sekarang ini membuktikan bahwa aku memang sudah mampu kembali merasakan indahnya jiwa bergejolak dalam cumbuan emosi cinta.
Denganmu aku merasakan ada getar aneh, walau mungkin dirimu tak mampu merasakannya, namun aku mempunyai satu keyakinan, bahwa rasa itu telah ada di dirimu namun kamu kubur bersama berlalunya sang angin kenapa waktu begitu cepat merubah segalanya, mengapa ? Aku hanya mampu bertanya tanpa mendapatkan jawaban nyata.
Cinta memang tercipta dalam benakku, dan cinta memang sudah hadir dalam desahku, ke ¬mana kulafadzkan napas cinta ini ?
Untuk jiwa dan napasku, kupersembahkan cinta ini pada dirimu, yang begitu polos dalam penjelmaan diri.
Cinta begitu aneh namun memang itulah cinta yang kurasakan saat ini….
Bagiku cinta adalah bagian dari bahasa batinku.
Aku harap apa yang aku tulis ini mampu me¬wujudkan apa yang memang yang sepantasnya aku wujudkan. Aku menghargai perasaanku dan akupun mensyukuri nikmat yang sudah Tuhan berikan untuku, karena itu aku mengungkapkan kata hatiku yang selama ini seringkali membuat aku sulit untuk mengartikannya. Namun atas nama cinta dan ketulusan malam ini aku mampu mengungkapkannya, bahwa memang ada cinta buatmu.
Semua terjadi begitu saja, jiwa dan rasaku membawa alam sadarku untuk mampu berucap.
Aku tak pernah tahu apakah kejujuranku ini mampu membuatmu untuk berucap apa yang mesti kamu ucapkan.
Itulah kepolosan hatiku saat ini, dan mungkin aku terlalu telanjang dalam ucapanku, namun dengan ini aku mampu merasakan ketenangan dalam langkahku, sebab apa yang aku pendam selama ini telah aku ungkapkan, walau dengan penuh kemaluan dan keraguan aku tetap ber¬usaha untuk mampu berucap.
Mungkin ini akan membuat aku sedikit berpikir… apakah ini hanya semata prosa tanpa makna, atau apakah ini hanya sebagai ungkapan biasa tanpa jeda, namun kalau mungkin mampu sedikit menghayati apa yang sudah tertulis…sudah pasti menemukan bahwa apa yang tertulis saat ini ada¬lah gambaran dan curahan nyata dari jiwaku yang penuh penantian mengharapkan jawaban nyata.
Tuhan kebahagiaan itu hadir dalam jiwaku, ternyata aku masih mempunyai kekuatan untuk berteman baik dengan kata hatiku. Biarlah Tuhan yang memberikan akhir dari cerita ini …biarlah jiwaku hanyut bersama nyanyian keagungan-Mu
Sekali lagi aku ungkapkan “Izinkan aku untuk mampu bernaung dalam naungan yang mungkin tercipta untukku.”
Malam makin larut, sepi sudah tahanan jiwa¬ku, dan akupun harus mampu meredamkan e¬mosiku. Aku ingin terbang ke sangkarmu, namun apa daya semuanya tak mampu aku lakukan untuk saat ini, biarlah semua mengalir atas kehendak-Nya. Aku ingin ada pertemuan tanpa ke¬palsuan di antara kita. Namun yang membuat aku bahagia ternyata aku mampu untuk bertegur sapa dengan jiwaku dalam mengartikan kata hatiku tentang sebuah “cinta”. Ada apa dengan cintaku, ada apa dengan jiwaku itulah yang terungkap malam ini.

Pulang Ke Tanah Kelahiran
Tuhan kututup lembaran ini, semoga malam gelap mampu membagunkanku kembali seperti malam-malam yang lalu, untuk aku bersetubuh di balik sejadah.
Aku tak pernah tahu apakah aku bersalah atau tidak dengan mengungkapkan semua ini, namun yang pasti aku berkata jujur dalam ketulusan dan aku tak pernah menyesal dengan segala yang terjadi saat ini, namun akan sangat menyesal kalau aku tak mampu untuk berkata tentang kesungguhan yang ada di detik ini. Selagi masih ada rasa cintaku, dan selagi rasa itu belum berakhir semuanya aku nyatakan tanpa kepalsuan bahwa memang aku cinta kamu.
Sang Penyair memutuskan untuk pulang ke daerah tempat lahirnya di Kuala Kampar, tepatnya di Pulau Penyalai, untuk menemui Vony yang cantik jelita. Ibunya Cina, ayahnya Jawa tinggal di daerah Melayu.
Sang Penyair berangkat ke sana memang untuk menemui kedua orangtuanya, tapi lebih khusus lagi, hanya untuk menemui si Vony.
Rute perjalanannya ialah Pelabuhan Sungai Duku, Kota Pekanbaru, terus ke Siak Sri Indrapura, terus ke Selat Panjang. Ia tak mau pulang melalui Sungai Kampar, karena takut pada Bono yang selalu menjemput maut.
Bono adalah gelombang tsunami kecil, yang datang secara rutin di Kuala Kampar bersamaan dengan datangnya air pasang. Banyak sudah nyawa yang melayang di tempat ini. maka yang dilalui jadinya jalan luar, yaitu melalui Selat Panjang, terus ke Tanjung Batu, itulah rute yang paling aman selama ini.
Kapal yang ditumpangi Sang Penyair bernama Jelatik. Sejenis kapal kayu yang berukuran sangat besar, tapi memiliki kamar-kamar penumpang yang bersih.
Ketika jelatik bersandar di Pelabuhan Tanjung Mayat, Selat Panjang. Semua penumpang naik ke atas jembatan pelabuhan untuk membeli makanan. Tapi Sang Penyair tidak ikut naik, karena merasa tidak ada keperluan. Hari sudah senja. Gelombang pasang semakin besar disertai tiupan angin laut yang agak kencang. Wajah Vony semakin terbayang di mata Sang Penyair.
“Oh Vony, alangkah bahagianya aku kalau di saat begini, engkau berada disisiku”.
Ada kalanya kita perlu waktu untuk merenung, menghayati akan hidup yang sudah dan sedang kita jalani. Namun ada kalanya juga kita tak perlu untuk mengingatnya kalau hanya akan menguak luka lama. Tapi apa pun yang terjadi adalah bagian dari langkah yang harus disyukuri karena bagaimanapun juga semua adalah anugerah yang sudah dipersembahkan oleh Dia, Sang Gusti, Illahi Rabbi.
Kadang hidup begitu sulit dicerna, bahkan untuk dinikmati, terkadang juga kita terlenakan oleh hidup, tapi itulah hidup, tercipta untuk di¬hayati, dinikmati dan untuk dipersembahkan pada orang-orang yang kita cintai.
Ah…cinta tak pernah terpikirkan kalau rasa itu akan hadir dalam jiwa seorang dara. Seorang dara dengan segala tingkahnya telah mampu hanyut oleh untaian benang kasih dari seorang bayu. Pertama kali mengenal cinta, pertama kali juga sang dara tersakiti karena cinta.
Lama sudah perjalanan waktu mengiringi langkah sang dara. Lama sudah kesendirian menghiasi tapak sang dara. Saat itulah sang dara berkehendak akan penutupan diri bagi cinta. Baginya cinta adalah sesuatu yang hanya bisa membuat mendung dalam nurani, baginya cinta tercipta hanya untuk sementara. Ah…cinta satu kata namun banyak makna yang harus dihayati.
Kini saat kesendirian menjadi bagian dari musim, saat rasa tak lagi ada, saat hati tertutup kebekuan…. sang dara dipertemukan dalam buaian syahdu sang bayu. Sang dara tak mampu tuk berucap kala pautan suci sentuh pilar. Sang dara hanya mampu menahan kegetiran menahan ribuan rasa dan jutaan emosi yang hadir kala sang bayu lantunkan irama dayung kebersamaan.
Ah … waktu kini telah berlalu, mentari pagi berganti sudah. Kuncup kelopak mawar dalam bingkai ranum hati sang dara lambat-laun mulai terkuak, sedikit cahaya telah mampu mencairkan kebekuan. Lantera kini telah mampu menembus dinding kegelapan. Sunyi sedikit hilang, senyum polos tanpa kepalsuan hadir hiasi tapak sang dara.
Langkah ringan terayun dari galaunya nes¬tapa, canda tercipta dari keraguan. Semua me¬nyatu dalam titian. Walau begitu jauh untuk sang dara jangkau, sang dara mencoba untuk tetapkan satu keyakinan dari banyaknya keraguan.
Pagi menyapa. Mawar tak lagi kelopak. Sang dara tatap ke sana, rasakan wangi semerbak dari kuntum mawar yang tersebar. Tersenyum sang dara kala sang kumbang menari kelilingi lingkup sang mawar.
Kidung senja tercipta sudah, lazuardi baru hadir dalam keluwesan. Ucap syukur sang dara sembahkan pada Dia, Sang Gusti, yang telah memberikan lakon hidup bagi sang dara dan sang bayu. Tak ada janji dalam penyatuan, hanya satu keyakinan tentang apa yang harus disyukuri.
Senja kini telah menapak. Sang dara tatap langit bumi. Tampak sepasang merpati terbang beriringan, saling melindungi dalam terpaan angin. Mereka hinggap, dahan menjadi tumpuan¬nya. Patukpun saling berdekatan. Sesaat mereka tersadar, hujan mengguyur kemesraan. Patuk pun saling melepaskan diri. Hanya sayap yang menjadi pelindung bagi merpati yang menjadi ratunya.
Sang dara tersenyum menyaksikan satu epi¬sode di sore senja. Angannya melayang dalam pengharapan dan adanya episode bagi hidup dan kehidupannya kelak, di musim mendatang.
Sepasang merpati itu kini beranjak sudah. Tetap bersama dalam tarian sang alam. Tetap bersatu walau ribuan badai menerjang. Tetap bersama jalani titian.
Semoga kebersamaan akan tetap ada, walau nampak jauh untuk dirasa.
Dengan keagungan rasa kupersembahkan apa yang ada sekarang ini. Untukmu bayuku
Lamunanku di atas kapal di Pelabuhan Tanjung Mayat itu tersentak. Tiba-tiba ada seorang gadis cantik melambai-lambaikan tangannya padaku, wajahnya agak tersembunyi di sebalik payung hitam, bersamaan dengan datangnya air pasang.
Aku menoleh kebelakang, mungkin gadis itu melambai orang yang ada di belakangku, tapi di belakangku tidak ada orang, satupun.
Setelah sampan kecil itu benar-benar mendekat barulah tahu, rupanya gadis yang sejak tadi melambaikan tangannya padaku adalah Vony. Aku pulang sengaja untuk menemuinya. Tapi alangkah terkesimanya aku, di bawah payung itu pinggang Vony yang ramping itu dipeluk oleh seorang polisi muda.
Aku tak mau lagi begitu ramah dengan Vony, aku takut polisi muda itu cemburu. Hatiku hanya mengatakan :
“Bunga dipetik, waktunya sampai siapa pula yang akan melerai”.
Betapa hancurnya hatiku. Tapi dengannya aku memang tidak membuat janji apapun. Vony tidak dapat aku salahkan. Gadis itu memang pantas jadi ebuta. Bunga Vony itu kini jatuh ke tangan perwira polisi.
Selaksa alam tak berwujud, betapa cacian ingin mengeluarkan bentuknya. Namun semua tak mampu terwujud karena cinta masih begitu menggunung dalam tahta. Jiwa ini menatap ke atas, nampak gumintang bertaburan, tersenyum menggeliyat dalam irama langit. Jiwa kian me¬narikan emosi, kala semua nampak redup.
Cinta tulus harus dibalas dengan kepalsuan. Apa yang salah pada jiwa ini? Sekedar tanya jiwa ini berkeluh. Reda hari dalam penggayutan cinta. tak mampu memberikan romansa penuh hannoni. Semua hanya karena ada jiwa lain dalam jiwa kami.
Kesucian jiwa kami telah ternoda. Kemurnian dari janji jiwa kami tak mampu lagi menjadi ke¬kuatan. Hilang, sirna tak berbentuk. Romantisme jiwa kami terbang sudah bersama sayap jiwa lain….
Namun apalah daya, cinta jiwa ini terlalu kuat untuk dipisahkan. Meski jiwa ini menyayat me¬rasakan irama kedukaan, jiwa ini tetaplah jiwa yang penuh dengan polosnya cinta. Biarlah jiwa lain menyatu dalam jiwa kami, biarlah jiwa ini merasakan pedih, biarlah jiwanya dan jiwa dia menari di antara jiwa ini.
Namun, tak lama lagi jiwa ini harus beranjak ketika sadar bahwa jiwa suci cintaku tak mau ternodai. Biarlah jiwa ini berlalu.
Kini jiwa ini tak sendiri lagi. Ada jiwa lain selain jiwanya. Jiwa ini manarikan irama penuh canda, namun yang sebenarnya jiwa ini tercipta bukan untuk jiwanya, tapi untuk jiwa lain yang pernah hadir meski jiwa itu kini telah memberi sayapnya pada jiwa lain.
Alangkah indah jika jiwa ini mengayunkan langkah seirama berdua dengan jiwa yang pernah hadir. Betapa surgawi seakan tercipta pada jiwa dan jiwa yang pernah hadir. Jiwa lain ada di sisi jiwa ini, namun jiwa ini terarah pada jiwa lain yang pernah hadir. Tak banyak yang dirasa oleh jiwa ini selain kepalsuan, karena tak berkehendak menerima jiwa lain.
Lazuardi menapakkan ujudnya. Jiwa ini masih sunyi dalam pengharapan. Harapan dari satu ke¬putusan yang ada di jiwanya, bukan dari jiwa, lain yang pernah ada. Apakah jiwa ini harus terus berharap, sementara kenyatan yang sudah ada harus diredakan?
Aku akui aku tak mampu jauh darimu, denganmu aku merasakan kedamaian yang tak mungkin aku dapatkan dari yang lain. Selama-aku mampu bernapas selama itu pula harapan, cita dan cintaku aku pasrahkan padamu. Aku percaya padamu, kamu mampu memberikan kebahagiaan yang aku inginkan, karna bagiku kamu adalah bayuku, selaksa lilin dalam kegelapan….

Hari ini nampak mendung menggayut, hari ini aku tatap sebingkai wajah nan menawan, detik itu pula jiwaku bergelora …mendung pun meng¬hilang … yang tertinggal kerinduan dari sekelumit kisah abadi antara kita dalam polosnya kalimah syahdu…aku rindu kamu
(kala desah rindu mengitari hariku….)

Aku memang belum mampu memberikan yang terbaik untukmu, namun aku yakin hati dan langkahku tertuju buatmu, sekalipun duri me¬nancap kan kuhalau demi kamu satu cintaku .
(kala badai dihadapku….)

Biarkan jubah hatiku menari melintasi sang waktu, biarkan desah nafasku kuukir bersama hadirmu … selamat datang cinta … selamat datang bahagia … semoga tulus ada selalu bersama kita
(kala cinta usik desir nadi)

Hanya sekedar kata yang mampu terucap, terangkai dalam aluran pena. Yang terindah dari yang dikagumi, ada hiasi angan. Semoga kemarau berlalu bersama kehadiran dirinya
(kala sadar akan kehadiranya)

Bunga di taman mekarlah sudah bersama ber¬gantinya musim. Penghujan hadir di sela kemarau, merenda sejukkan keringnya napas. Angin me¬nyapa. Pasrah bunga dalam hempasannya, me¬nebarkan wangi dalam ketulusan. Begitu pun kehadirannya, bak melati rela disentuh alam, mampu memberi aroma. Tanpa meminta dalam keterpaksaan. Seperti dirimu, itulah jiwa ini berkata.
(kala diri tak mampu berpaling)

Jiwa ini tertarik dalam uluranmu. Jiwa ini ter¬katup dalam kulummu. Jiwa ini meleleh dalam jilatanmu. Jiwa ini mendesah dalam gerakanmu. Menggeliat dalam hati. Dan kini rindu makin ber¬kepanjangan, kangen yang tak terbalaskan.
(kala jiwa terkesima)
Gerimis hampiri sang pagi. Embun tak nam¬pak. Mentari seolah malu tertindih basahnya alam. Dingin temani lukisan hari. Kemarin masih terasa keringnya tanah. Kemarau berkuasa di sela kerontangnya jagat. Hari ini terguyur sudah. Sejuk walau hanya rintik gerimis. Oh, ternyata gerimis telah beranjak. Hujan berkelana. Terima¬kasih Tuhan, Engkau hantarkan kemurnian pagi bersama datangnya penghapus dahaga.
(kala jiwa bercanda bersama alam)

Aku bertahan dari keinginan. Terkunci sudah hati dan pikiran. Aku biarkan kata hati berlalu. Mengiringi perginya detak jam. Sampai ikhir batas waku, aku masih tetap bertahan. Dan ternyata aku mampu. Tersenyum aku di akhir batas waktu.. Aku tak tahu tapi aku merasa, bah¬wa kamu menantiku sampai akhir batas waktu. Aku pun yakin sampai akhir batas waktu.
(kala keyakinan berteman dalam penantian)

Haruskah penantian ini berlanjut, sementara bulan telah redup dan mentari nampak lelah dalam sinarnya. Sedangkan sang dewi tetap anggun dalam harap dan asamya.
(kala keraguan berteman dalam penantian)

Vony datang mendekati Sang Penyair, masih dalam keadaan digandeng oleh Polisi itu. Hanya berbicara sedikit dengan Vony, setelah itu ia menghindar, karena sanbgat cemburu, menyaksikan orang yang akan diincar untuk jadi istri, tahu-tahu sudah digandeng orang lain.
Sang Penyair turun ke dek kapal yang paling bawah, sambil menahan pedih dari hatinya yang luka. Sampai di Kamar bawah, Sang Penyair langsung berbaring menelungkup, rupanya diikuti oleh Vony dari belakang secara diam-diam, sehingga Sang Penyair tidak mengetahuinya.
Ketika Sang Penyair tidur, Vony duduk di ujung kakinya, di kamar besar dek kapal itu. Perjalanan kapal itu terasa semakin kencang. Gelombangnyapun menghempaskan badan kapal kian besar. Sang Penyair duduk sejenak, nampaklah Vony duduk di ujung kakinya, memakai baju polisi.
“Vony, sejak kapan kau jadi Polwan?”, tanya Sang Penyair.
“Baru sekaranglah”, jawab Vony, Sang penyair tidur kembali, karena ada kemarahan di dalam hatinya, “Dia sudah menjadi isteri orang”.
Rupanya Vony kepalanya pusing, akibat olengnya kapal, dihantam gelombang. Tapi ia tak berani membangunkan Sang Penyair, karena sikapnya berobah total. Vony sangat terkejut melihat perobahan itu.
Karena Sang Penyair, tidak mungkin lagi rasanya mau memijit kepala Vony yang pusing, ia pun segera naik ke kamar kapal pada tingkat yang paling atas menemui polisi muda yang sejak tadi telah menggandengnya. Setelah Vony pergi, barulah Sang Penyair, duduk kembali, tapi Vony tak lagi dilihatnya. Anehnya Sang Penyair malah mencari Vony, jangan-jangan ia sakit.
Ia naik ke kamar kapal di tingkat yang paling atas. Ia yakin Vony ada di situ. Ternyata benar. Vony berada dalam pelukan polisi itu, sambil pipinya sebelah kiri ditempelkan pada meja, sebelah kanan terbuka lebar. Nampaklah pipinya yang putih bersih, dan sangat indah. Penyair berucap dalam harinya.
“Hi putih bersih pipinya, secantik itu pipimu, akan kau berikan kepada orang lain”, oh ruginya aku”.
Dulu, ketika kita masih bersama, banyak angan yang ada. Dulu kala jemari masih erat ber¬taut banyak waktu yang terulir melantunkan nada damai dalam jiwa. Bagiku semua begitu indah sekalipun akhir dari semua itu adalah kesakitan, satu kepenatan yang mampu membuat batin ini tertindih. Tapi itulah hidup, hidup yang tak pernah lepas dari segalanya, hidup yang tak pernah lepas dari segala ketidakmungkinan.
Di mana kamu sekarang aku tahu, bagaimana kamu sekarang aku tak pernah tahu. Kala kita bertatap muka aku mampu melihat bahwa ada ke¬redupan dalam sinar yang kau pancarkan, tapi kala aku bertanya dalam hatiku aku tak mampu menjawab karena hanya kamu yang merasa dan hanya Dia yang tahu. Jelas aku masih mempunyai satu; rasa ke kamu, tapi aku berusaha untuk menghilangkannya, karena rasa yang ada sekarang ini adalah rasa yang bukan seperti dulu lagi. Rasa yang ada sekarang adalah kehambaran sisa-sisa dari rasa yang pernah aku abdikan padamu.
Ah, lakonku ternyata harus berakhir seperti ini. Aku tertawa dalam tangis yang tertahan merasakan apa yang aku alami. Kedukaan bagiku mungkinkah kamu rasakan juga, walau aku ber¬tanya tentu tak pernah akan ada jawaban tapi aku tak pernah bertanya lagi karena apa yang ada sekarang ini sudah memberi satu bukti nyata bahwa memang aku harus seperti ini, harus me¬nanggung duka, tapi aku masihlah bersabar da¬lam derita. Karena aku yakin kata hati yang ada saat itu adalah yang terbaik bagiku.
Tak ada yang perlu disesali tentang semua yang terjadi, karena itu adalah bagian dari hidup kita, dan apa yang telah terjadi adalah semua atas keinginan-Nya.
Apapun yang terjadi, sampai detik ini aku masih merasakan, bahwa kamu masih yang terbaik bagiku, sekalipun kamu sudah tak pantas untuk menerima apa yang ada didiriku.
Sekali lagi Sang Penyair patah hati, Vony yang dicintainya ketika turun dari kapal di Pelabuhan Tanjung Batu Kundur, berjalan bergandengan dengan polisi itu lalu menghilang dalam kegelapan malam, mereka entah hendak tidur di mana.
Seminggu kemudian Vony bertemu dengan adik kandung Sng Penyair namanya Afifah, “Abangmu berubah sekarang”, katanya sambil menangis. Ternyata polisi itu Abang kandungnya yang baru datang dari Jawa. Keakraban mereka hanya akrab antara kakak kandung dan adik kandungnya.

BAB I I
MENEMUKAN OBAT
PATAH HATI

Setelah gagal mendapatan Putri Maharani, Gagal juga mendapatkan si Vony, Sang Penyair meneruskan kuliahnya di bidang yang lain. Memperdalam ilmunya di bidang hukum. Gajinya setiap bulan separohnya habis untuk membeli buku.
Hatinya yang patah, terobati oleh kesibukan diskusi dan menjadi penyaji dan peserta dari seminar ke seminar. Kekasihnya adalah buku, surat cintanya adalah majalah dan surat kabar. Syair, puisi dan cerpennya tercipta ratusan judul. Buku-bukunya mulai dicetak pada berbagai penerbit terkenal di Riau dan Jakarta.
Dalam sebuah seminar tentang pendidikan, entah bagaimana, Sang Penyair duduk di belakang seorang guru Taman-Kanak-Kanak yang masih gadis. Dari 200 lebih peserta seminar yang paling cantik Cuma dia. Namanya Tety, berdarah Melayu Deli.
“Melayu Deli?”, inilah yang paling disenangi Sang Penyair, karena ia selalu membaca Novel karangan Hamka “Merantau ke Deli”. Di dalam cerita itu digambarkan wanitanya sangat setia kepada suaminya. Sejumlah pikiran positif dituangkan pula pada Tety, yang kecantikannya melebihi perempuan manapun yang pernah dikenalnya. Tapi kali ini ia benar-benar harus teliti. Tidak rela patah hati lagi seperti yang lalu, karena usiapun bertambah, pemikiran semakin matang.
Tiga hari seminar itu berlangsung, tiga hari pula kedekatannya dengan Tety, kian menjadi-jadi, Tety mengatakan “Aku Kagum padamu”, banyak pertanyaan yang sulit-sulit dan pelik di dalam seminar itu, orang lain tidak mampu menanggapinya tapi Sang Penyair dapat menjawabnya dengan bahasa yang sangat indah. Setiap Sang Penyair berbicara, semua hadirin pasti bertepuk tangan dan Tety pasti melirik kagun. “Aku ingin seperti Bapak”, katanya. Wajah Tety selalu memasang senyum sehingga wajahnya yang memang sudah cantik jadi semakin manis, mengalahkan bintang film yang paling top di dunia.
Hari ketiga seminar itu, adalah hari terakhir, pagi itu Sang Penyair dengan berani ingin mengatakan sesuatu. Merekapun berfoto bersama. Pokoknya pagi itu merupakan pagi yang paling indah Tety dan Sang Penyair sama-sama sarjana, sama-sama sangat dewasa.

Sang Penyair menulis dalam buku hariannya
“Aku rasa kedewasaan yang ada sudah se¬harusnya mampu mencernakan mengartikan tentang apa yang kita rasakan sebenarnya. Sudah saatnya mungkin aku harus bersikap seperti itu, dan aku yakin kamu pun sudah cukup dewasa untuk bisa membedakan apakah ada nada ke¬bohongan yang aku ungkapkan. Mata adalah jendela hati, dari situlah kita bisa melihat apakah aku sudah membohongi kata hatiku sendiri. Be¬tapa naifnya aku, jika aku mampu membohongi dia dan dia bagian yang pernah ada, dan sekarang aku di sini tanpa dia, dia dan dia. Hanya satu yang ada sekarang ini, dia. Dan aku memper¬cayainya bahwa dengan dia yang ada sekarang ini akan mampu memberikan ketegarannya dalam menyongsong putaran roda yang ada sekarang ini.”
Bertemu dengan Tety, rasanya aku mendapatkan obat mujarab, tapi kali ini, aku tidak ingin cepat-cepat menyatakan cinta, aku tak ingin patah hati untuk ketiga kali, kata Sang Penyair lagi.
Dalam hidup aku selalu berusaha untuk men¬jadi yang terbaik sekalipun itu begitu berat untuk aku lakukan. Tapi itulah hidup, itulah bagian langkah yang harus aku tapaki. Jejak demi jejak sudah aku lalui, banyak sudah kisah yang aku rasa, semuanya aku hayati dan aku perankan sebagai¬mana layaknya makhluk yang tercipta sebagai penopang dalam perengkuhan ini.
Kadang aku tersenyum menyadari tentang apa yang terjadi dan apa yang sudah terjadi. Alam yang aku pijak mampu membuat aku mempunyai satu pandangan hidup bahwa apa yang ada sekarang ini tak pernah terlepas dengan apa yang pernah kita kerjakan di masa lalu.
Masa lalu sering aku sadari bahwa aku mem¬punyai masa lalu yang tidak bisa disebutkan dan dijabarkan dengan kata-kata. Masa lalu yang aku buat membuat aku larut dalam kenangan lalu.
Saat aku bertafakur, betapa aku menyadari, bahwa waktu yang aku jalani sudah menyeretku ke kehidupan yang kini sedang aku jalani. Tapak ¬tapak sudah tercipta, namun aku belum mampu membalas semua kasih dan sayang dari mereka yang aku agungkan. Biarlah waktu yang akan menjawabnya dengan ketulusan niat yang ada.
Dan sekarang jika aku boleh mengutarakan isi hatiku, aku menganggap bahwa hidup adalah nafas langkahku, dengan hidup aku harus mampu, menjadi diri yang utuh, namun hidup bukanlah hal yang harus aku ceritakan karena hanya dengan melakoninya makna hidup itu akan nampak dan terasa. Dan hiarlah hidupklu mengalir bak air menuju hulunya.
Dalam pandanganku sekarang ini, hidupku adalah jalan terbaik bagi langkahku. Darimana aku hidup, untuk apa aku hidup dan kemana aku setelah hidup apakah pijakan yang masih aku cari titiannya. Dan aku-tak akan mampu melawan hidup, karena aku yakin bahwa hiduplah yang akan menang, namun aku harus berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi hidupku.
Untuk itu aku harus selalu menjadi hamba dalam pengabdian kepada-Nya, dialah Dia Sang Gusti, yang mendengarkan rintihan hamba-Nya.
Tety, adalah seorang wanita, dan setiap wanita selalu mempunyai keindahan. Keindahan itu bagiku bak sekuntum bunga mawar. Indah, mampu menebarkan pesona dalam wangi tak bertepi. Walau berduri, tetap dipuja. Dan duri yang ada bukanlah senjata, lain dari itu adalah sebagai makna bahwa seorang wanita ada kalanya menunjukkan keberadaannya di antara badai yang menghadang. Namun ibarat kuntum mawar itu sendiri, segala pesona yang ada akan hilang manakala, dia sang wanita tak mampu men¬jadi penopang bagi citra yang ada.
Ketika aku mengenal cinta saat itulah aku merasakan satu keindahan dalam romantika hidup. Dengan cinta aku bisa tersenyum dengan cinta aku bisa menangis dengan cinta juga aku bisa mempunyai kekuatan untuk menjalani hidup.
Cinta, satu anugrah yang harus aku syukuri. Tanpanya aku tak mungkin mengenal tantang ¬arti kesetiaan, tanpanya juga aku tak mungkin mengenal tentang arti dari ketulusan, kesabaran dan pengorbanan.
Bagiku cinta adalah awal kita belajar untuk memahami bahasa bathin dari sekian banyaknya bahasa yang ada.
Masa lalu adalah masa dimana kita kembali menoleh kebelakang. Menyakitkan atau menggembirakan bagiku tak ada bedanya. Keduanya adalah bagian dari langkahku yang harus aku hargai sebagai bagian dari hidupku.
Kadang masa lalu membuat aku banyak berfikir tentang langkah yang harus dan sedang aku jalani, dengan masa lalu itulah aku mencoba memahami tentang arti hidup untuk langkahku selanjutnya.
Sang Penyair, untuk [pertama kalinya datang ke tempat tinggal Tety dan teman-temannya di sebuah kompleks Taman Kanak-Kanak yang indah dan luas. Disitulah Tety tinggal katanya sudah dua tahun.
Sang Penyair menawarkan untuk jalan-jalan di hari minggu. Tety setuju. Ia diperkenalkan dengan Abang kandungnya Salahuddin. Nampaknya BanG salah sangat senang. Berarti adiknya Sang Penyair, tidak menikmati lagi, patah hati yang sudah berlarut-larut.
Bang salah menyediakan makanan yang istimewa hari itu, khususnya untuk adiknya dan Tety. Kemudian Sang Penyair menanyakan kepada Tety, “Abangmu ada juga di Pekanbaru ini”?.
“Ada,” tapi Cuma satu orang, yang lainnya di Medan.”
“Boleh aku menemui Abangmu?”.
“Boleh, ini alamatnya, datanglah”, kata Tety.
Malamnya, sang Penyair pergi menemui Abang Tety yang bernama Misman, calon anggota DPRD dari Golkar. Teman yang dibawa oleh sang Penyair adalah seorang cendikiawan di Kota itu, yang juga calon anggota DPRD, dari PPP. Waktu itu antara Golkar dan PPP sangat berlawanan, khususnya tahun 1987. calon anggota DPRD dari P3 itu bernama Basuni.
Seharusnya antara Misman dan Basuni, merundingkan masalah perjodohan antara Sang Penyair dangan Tety, tapi yang terjadi malah perdebatan antara program Golkar dan P3. mereka ada argumentasi. Sulit dihentikan entah berapa jam lamanya.
Rencvana Sang Penyair dan Abang ankatnya Basuni, kalau Misman setuju, acara pernikahan harus dipercepat mengingat Tety, sudah berkali-kali gagal menikah, dengan bermacam-macam halangan yang tidak masuk akal. Calon Tety, ada polisi, ada insinyur, ada pedagang besar, ada pegawai kantor Gunernur. Semuanya gagal. Sang Penyair juga demikian. Tapi Misman mengatakan “Tunggu dulu”, lebih baik mengadakan pendekatan lama, mengingat, baru saja saling kenal. Misman ingin hal ini dirundingkan enam bulan lagi, menunggu selesai dirinya dilantik sebagai anggota DPRD.
Sang Penyair terpaksa menunggu. Dalam hatinya timbul beribu kecemasan. Tety yang secantik itu, dalam waktu enam bulan, paling tidak sudah dilirik oleh 60 orang pemuda-pemuda ganteng. Gadis yang berkulit sangat putih dan tinggi semampai, hidung mancung seperti Tety sekalimpandang saja, para pemuda pasti jatuh hati posisi Sang Penyair terasa amat longgar, senyum manis Tety sulit ditebak.
Esok harinya Sang Penyair, menemui Tety di kompleks TK Berdikari. Kebetulan ia sedang di rumah dan sedang tidak ada tamu-tamu lain. Sang Penyair mengajaknya jalan-jalan ke luar kota, Tety setuju. Mereka pun pergi ke beberapa tempat wisata. Danau Buatan, Rindu Sempadan dan Alam Mayang. Terasa komunikasi antara mereka berdua kian lancar.
Tety sering meminta tolong membuatkan gambar-gambar, berwarna kepada Sang Penyair. Kebetulan Sang Penyair memang ahlinya. “Untuk apa Tety?”.
“Untuk bahan ajar murid-muridku, anak TK”. Setelah selesai membuat gambar-gambar itu, mereka makan bersama. Apabila kendaraan Sang Penyair sedang rusak, ia meminjam kendaraan Bang salah. Begitulah hari ke hari berkangsung. Apabila ada suatu pertemuan, Tety selalu minta di antarkan Sang Pnyair. Hatinya sangat senang. Sang Penyair membelikan beberapa potong pakaian yang mahal harganya, esoknya langsung dipakai oleh Tety, hati Sang Penyair tambah senang. Bahkan Tety sering diberi uang, ia tidak menolaknya, kemudian dipinjam radio tape recorder yang mahal dan kaset-kaset lagu dangdut dan lagu Melayu Deli yang nyanyiannya sangat merdu. Pokok dunia ini terasa sudah milik mereka berdua.
Sang Penyair, hobinya membaca dan menulis ternyata Tety, juga hobi membaca, hanya kurang suka menulis. “Kalau banyak menulis, sakit kepala aku bang,” katanya. “Tapi kalau soal membaca, tahan berhari-hari”, katanya lagi.
Tety juga menghadiahkan buku-buku kepada Sang Penyair, diantaranya buku tentang Tunjuk Ajar Melayu. Yang paling berkesan di dalam buku itu ialah tentang amanat orangtua terhadap anaknya yang sedang menuntut ilmu. Karya Tenas Effendi. Nasehat itu berbunyi :

wahai ananda dengarlah amanah
bersyukurlah engkau kepada Allah
pergunakanlah ilmu karena lilah

ilmu jangan dipermain-mainkan
pantang sekali dilagak-lagakan

tiru ilmu padi
semakin merunduk semakin berisi

ilmu jangan disia-siakan
amalkan olehmu pada kebajikan
berbuat baik engkau kekalkan
tolong menolong engkau utamakan

gunakan ilmu untuk menolong,
menolong orang yang teraniaya
menolong orang dalam bahaya
menolong orang dalam musibah
menolong orang di dalam susah

menolong anak yatim piatu
menolong orang menuntut ilmu
menolong orang yang tidak mampu
menolong jangan mengharap upah
tolonglah olehmu karena lillah
menolong jangan mengharap balas
tolonglah dengan hati yang ikhlas

menolong jangan mengharap puji
tolonglah dengan hati yang suci

menolong jangan mengharap pangkat
tolonglah dengan berlurus niat

menolong jangan mengambil muka
tolonglah dengan bermanis muka

menolong jangan disebut-sebut
tolonglah dengan berlemah lembut

bila menolong jangan menggulung
bila membantu jangun menipu

bila memberi jangan mencaci
bila berbudi jangan memaki

bila bersedekah jangan menyergah
bila berinfak jangan melagak

wahai ananda dengarlah amanah
kalau hidup peganglah wakil
kalau mati peganglah manat
pegang petuah dengan amanah
pegang tunjuk dengan ajarnya

kalau anak hidup di kampung
utamakan sifat tolong menolong
kalau anak hidup di negeri
utamakan sifat kasih mengasihi.
Petuah Amanah Guru Kepada Murid

wahai ananda hamba bermanat,
simak olehmu petuah amanat
peganglah dengan hati yang bulat
semoga Allah memberimu rahmat

kini lah sampai saat ketikanya
engkau melangkah meninggalkan hamba
sudah kau salin ilmu di dada
sudah kau timba tunjuk ajarnya

umpama berjalan lah sampai ke batas
umpama menyukatlah sampai ke had
yang dituntut sudah dapat
yang dicari sudah ditemui

yang dikaji sudah difahami
pinta boleh ucap pun kabul
hajat dapat niat pun sampai

yang dituju sudah bertemu
yang dicinta sudah bersua
yang ditunang sudah dipegang
yang idam sudah faham

maka seperti kata orang tua-tua
sebelum melangkah pegang petuah
sebelum berjalan amanah dipadan
untuk bekal anak berjalan
bekal tak lapuk oleh hujan
bekal tak lekang oleh panas
bekal berisi tunjuk ajar
bekal hidup dan bekal mati
bekal tak dapat dialih ganti

apalah petuah dan amanah hamba
petuah amanah orang tua-tua
petuah diterima hamba panjangkan
amanah didapat hamba wariskan
hamba turunkan kepada anak
hamba wariskan kepada anak
supaya hidup tidak tercampak
kalau mati tiada rusak

peliharalah petuah amanah ini
pahatkan olehmu di dalam hati
kalau jaga dijadikan tongkat
kalau tidur jadikan selimut
kalau berjalan jadikan pakaian

dengarlah petuah amanah hamba
manfaatkan ilmu di jalan Allah
supaya hidupmu beroleh berkah
manfaatkan ilmu pada yang terpuji
menjaga diri membela negeri
manfaatkan ilmu pada kebajikan
membela yang hak, menegakkan keadilan
manfaatkan ilmu pada yang patut,
supaya tak sia-sia anak menuntut

Dalam kehidupan orang Melayu, petuah dan amanah amatlah pen¬ting. Orang tua-tua mengatakan, bahwa memberikan atau menyam¬paikan petuah amanah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan. Dalam ungkapan dikatakan: “kalau orang tua tak mau berpetuah, besarlah hutang yang ditanggungkannya” atau “kalau orangtua tidak beramanah, matinya tidak diterima tanah”. Pentingnya petuah amanah dalam kehidupan orang Melayu tercermin dalam untaian ungkapan berikut:

yang petuah membawa berkah,
yang amanah membawa hikmah

petuah meluruskan langkah,
amanah menghaluskan tingkah

dalam petuah ada faedah,
dalam amanah ada kaidah

siapa taat memegang petuah,
dunia akhirat beroleh berkah

siapa setia menjaga amanah,
turun temurun hidup semenggah

kalau hidup hendaklah berkah,
jangan abaikan petuah amanah

kalau hidup hendak terpuji,
petuah amanah jangan langkahi

kalau hidup hendak terpandang,
petuah amanah hendaklah pegang
kalau hidup hendak selamat,
petuah amanah diingat-ingat

kalau hidup hendak sentosa,
petuah amanah jangan dilupa

kalau hendak menjadi orang,
petuab amanah jadikan ladang

kalau hendak menjadi manusia,
petuah amanah junjung di kepala

Buku Hadian Sang Kekasih
Sang Penyair juga menghadiahkan buku bacaan bermutu kepada Tety, diantaranya buku tentang rahasia ilmu sihir. Lebih-lebih lagi, Tety selalu mengatakan bahwa diantara pemuda yang jatuh hati padanya, ada yang punya ilmu hitam, ilmu pelet. Mungkin itu yang dimaksud dengan ilmu sihir. Kebetulan ia dapat hadiah buku tentang rahasia melepaskan diri dari belenggu ilmu sihir. Diatara isi buku itu menceritakan tentang seorang pendeta, pelcak ilmu-ilmu sihir bernama Roger Bacon.
Seorang rahib terkenal, Roger Bacon, yang meninggal tahun 1294 melacak buku-buku sihir yang dinisbatkan kepada Sulaiman Al-Hakim. Akan tetapi, dia tidak menemukan adanya kebenaran penisbatan itu kepada Sulaiman karena dia tahu bahwa nabi ini memiliki kemuliaan dan hikmah. Sekitar tahun 1350, Paus Inusan VI, menyuruh untuk membakar buku induk tentang sihir yang berjudul, Kitab Sulaiman, dan mereka menjelaskan bahwa buku ini penuh dengan kaidah-kaidah dan mantra¬-mantra khusus untuk menghadirkan jin.
Dari penjelasan yang bermacam-macam yang diriwayatkan sejarawan Kristen dalam berbagai abad dapat disimpulkan bahwa buku sihir yang dinisbatkan kepada Sulaiman ini telah menyebar di berbagai tempat di belahan Eropa. Mungkin buku ini telah bercampur dengan man¬tra-mantra dan syair-syair sihir dari Yahudi yang sebagian dinisbatkan kepada Sulaiman dan sebagian dikembalikan kepada masa selain masa Sulaiman. Di antaranya ada mantra-mantra dan kalimat-kalimat sihir kuno untuk menghadirkan jin, yang ditulis dengan bahasa paku yang dipukulkan pada papan, atau dikenal dengan bahasa Nainawi.
Sebelum berakhir abad pertengahan, ada beberapa tulisan dari buku ini yang disebarluaskan ke seluruh penjuru Eropa. Para ilmuwan masa renaisance sangat memperhatikan masalah ini dan tulisan yang pertama kali muncul tentangnya adalah pada tahun 1629 dan kemudian, buku itu terus dicetak ulang dari tahun ke tahun.
Tetapi tulisan yang dicetak itu tidak memiliki nilai dari segi ilmiah praktis karena ada satu tradisi yang berlaku pada saat itu bahwa seorang penyihir yang menghargai dirinya dan ilmunya harus memiliki buku yang langsung ditulis dari Kitab Sulaiman. Memperhatikan syarat ini lebih balk untuk menjamin keberhasilan proses menghadirkan jin dan setan.
Penulis muqadimah buku ini menjelaskan bahwa Sulaiman telah mewariskan buku Mafatihu Sulaiman, kepada anaknya Rahabam se¬hingga terjadilah dialog antara dirinya dengan Sulaiman:
Sulaiman, “Wahai anakku (Rahabam), ingatlah bahwa kamu adalah sesuatu paling berharga yang saya miliki di dunia ini dan Pencipta semua makhluk telah mengumpulkan dalam diriku segala hikmah.”
Rahabam menjawab, “Bagaimana caraku agar saya bisa menjadi seperti ayahku.”
Sulaiman menjawab, “Tuhanku telah mewahyukan hal itu kepadaku dalam tidurku. Saya mengingat nama Allah Yang Suci, Yahweh (Allah) dan saya memohon kepadanya agar diberi sarana hikmah. Lalu Allah memperlihatkannya kepadaku dalam mimpi. Dia berfirman kepadaku, ‘Rahasia yang paling rahasia sebaiknya disembunyikan karena akan datang suatu hari yang mana semua ilmu punah dan tersembunyi sama sekali hingga menjadi batil semua. Ketahuilah bahwa hari kematianmu telah dekat, dan pada saat itulah kamu akan bangun dari tidurmu seperti seorang yang mabuk. Setelah itu saya bangun dalam keadaan takut dan saya mulai berpikir tentang apa yang harus saya kerjakan dalam masalah ini.”
Kemudian, Raja Sulaiman berwasiat kepada anaknya (Rahabam) agar mengubumya bersama dengan buku itu. Segala sesuatunya berjalan normal seperti yang diperintahkan Sulaiman. Buku itu tetap tersembunyi dalam waktu yang lama hingga buku itu ditemukan oleh sebagian filosof Babilonia di kuburan Sulaiman dari kalangan sahabat Sulaiman. Mereka menemukan buku itu terjaga dalam kotak yang terbuat dari gading, dan mengambilnya. Akan tetapi, mereka tidak bisa membacanya atau mema¬hami isinya. Demikian itu karena tersembunyinya lafal ilmu rahasia ini.
Muqadimah buku itu menjelaskan bahwa seorang filosof dari para filosof itu yang bemama Tozgrec, pada suatu hari duduk di kamarnya merenungkan buku ini dan memikirkannya. Tiba-tiba ada malaikat Tuhan yang menampakkan diri kepadanya seraya berkata kepadanya, “Lihatlah dan bacalah buku kecil ini, sesungguhnya lafal-lafal yang muncul tersembunyi bagimu itu akan menjadi mudah bagimu. Pada saat itulah Tozgrec sangat kaget sekali dan melihat kepada buku itu sehingga dia bisa membaca apa yang ada di dalamnya setelah dia selesai membaca seluruhnya. Pada saat itulah dia memohon kepada Allah agar buku itu tidak jatuh di tangan orang yang bodoh, kemudian, dia berkata, “Sesungguhnya saya bersumpah dengan anggota badannya, dengan segala yang disenanginya, kepada setiap orang yang memegang kitab ini agar dia tidak menerjemahkannya, tidak menafsirkannya, dan tidak menunjukkannya kepada seseorang, kecuali kepada orang-orang yang memiliki ilmu dan kemuliaan.”
Setelah muqadimah itu, kita dapati pasal khusus tentang proses awal yang berkaitan dengan cara menghadirkan jin dan setan. Semua itu adalah bohong dan mengada-ada terhadap Nabi yang mulia ini.
Di antara buku yang membahas tentang macam kedua adalah buku Al Asathir Al Arabiyah wa Al-Khirafat, karya Dr. Musthafa Al-Jauzu dan kitab Al Asathir wa Al-Kharafaat ‘Inda Al Arab Qabla Al-Islam, karya Dr. Muhammad Abdul Ma’in Khan Al-Afghani. Dengan tulisannya ini, penulis mendapatkan gelar doktor dan diterbitkan di Mesir Rada tahun 1938.
Kemudian, buku Al-La‘ab ma‘a Asy-Syaithan, ditulis seorang Brit¬annia, John Dimus, yang diterbitkan tahun 1983.
Kami telah mencantumkan dalam referensi buku ini, banyak nama buku yang kami jadikan rujukan dalam masalah ini.
Sihir-sihir yang dilakukan dari abad ke abad ini, bersumber ke pada buku-buku yang ditulis tentang sihir. Kesesatan ini disandarkan kepada buku-buku tersebut. Kemudian, mereka terapkan dan akhirnya membahayakan umat manusia.
Akan tetapi, buku-buku itu tidak menyebar luas karena dua hal:
1. Penyihir sendiri tidak mau menyebarluaskan buku-buku itu dan menyem¬bunyikannya dari manusia.
2. Banyak orang yang merasa sial dengan buku-buku itu, apalagi menye¬barkan dan menjaganya.
Sebagian perpustakaan umum di beberapa negara telah menyimpan untuk kita sebagian dari tulisan tentang sihir ini, tetapi tidak diperkenankan untuk melihatnya, kecuali para peneliti khusus dan harus memenuhi syarat¬syarat yang ketat.
Tulisan-tulisan tentang sihir itu ada dua macam:
1. Membahas tentang praktek sihir dan bagaimana agar seseorang men¬jadi penyihir. Tulisan-tulisan ini bagi pengikut-pengikutnya seperti kitab suci bagi kaum Muslimin. Buku-buku itu memberikan penjelasan bagai¬mana kehidupan penyihir mulai dari cara hidupnya, cara makannya, cara minumnya, cara berpakaiannya, hubungannya dengan manusia, dan olah batinnya. Yang menggambarkan semua itu adalah setan supaya manusia menyembahnya dengan jiwanya yang buruk. Itulah buku-buku sihir yang diharamkan untuk membaca dan menyebar¬luaskannya.
2. Adalah buku-buku yang membahas tentang sihir untuk mengetahui hakikatnya, menjelaskan kerusakan dan kesesatan para penyihir, seperti tulisan kita ini.
Di antara tulisan-tulisan yang termasuk dalam kategori yang per¬tama adalah buku-buku seperti Al-ldhah wa Al-Basatin li Anuaahi Al-Jin wa Asy-Syayathin, Bughayyatu An-Nasyid wa Mathlab Al-Qashid ala Tharigati Al-lbraniyin, Al-Jamharah wa Rasail Aristha, Al-Wuquf ‘ala Tharigati Al-Yunan, Al ama (dengan bahasa lbrani), dan Mir’atu A Ma’ani ft Idraki Al Alam Al-Insani, dengan bahasa India.
Semua buku-buku itu disebutkan oleh Khaji Khalifah dalam kitab Kasyfu Adz-Dzunun.
Di antara buku tersebut adalah Al-Falahah An-Nabthiyyah karya Ibnu Wahsyiyyah, salah seorang penduduk Babilonia; Mashahif Al¬Kawakib As-Sab ah, dan Thamtham Al-Hindi. Buku-buku lainnya ditulis oleh Jabir bin Hayyan; dan buku Ghayatu Al-Hakim karya Muhammad Al-Majrithi Al-Andalusi.
Buku-buku itu disebutkan oleh lbnu Khaldun dalam Muqadimah¬nya dan menjelaskan bahwa yang terakhir adalah Ghayatu Al-Hakim. Buku ini menjelaskan tentang ilmu ini dan di dalamnya dicantumkan tentang cara-cara melakukan dan menerapkan sihir.
Muhammad Ja’far menyebutkan beberapa tulisan yang ada di Barat. Beliau menjelaskan bahwa buku yang pertama kali ditulis dalam masalah sihir adalah yang ditulis oleh seorang penyihir bemama Zoroaster dan be¬liau mengatakan bahwa buku ini merupakan rujukan utama masalah sihir.
Di Perpustakaan Tarsana Perancis ada sebuah buku tentang sihir yang tidak ada tulisan lain tentangnya. Buku ini berjudul The Secret Magic of Abra yang ditulis oleh seorang penyihir bemama Merlin.
Muhammad bin Ja’far menjelaskan bahwa penyihir ini mengutip tulisannya ini dari seorang penulis sihir Yahudi bernama Abraham, yang ditulis untuk muridnya, Yafih, pada tahun 1468.
Di antara buku sihir terbesar yang digunakan orang-orang Yahudi adalah buku Kabalah yang ditulis dalam bahasa Ibrani dalam sepuluh jilid. Orang Yahudi yang memegang buku ini, tidak akan mengizinkan orang lain untuk melihatnya.
Di antara tulisan tentang sihir adalah Al-Hakim karya Francis Bart. Sejak lama para penyihir dan orang-orang sesat menisbatkan buku ini dengan anggapan bohong dan dusta kepada Nabi Sulaiman. Padahal buku itu ditulis pada masa Amratur Qasbastian. Buku itu penuh dengan mantra-mantra dan jampi-jampi khusus untuk mendatangkan jin dan setan.
Seorang sejarawan bernama Flavius Josephus yang sezaman dengan penulisan buku itu mengatakan bahwa buku itu berada di tangan seorang penyihirYahudi bernama Azar. PenyihirYahudi ini, di depan Amratur Qasbastian dapat menyembuhkan beberapa orang yang kerasukan jin, yaitu dengan cara meletakkan di hidung mereka beberapa tulisan khusus yang diletakkan di dalam hidung mereka, dan dibuat Sulaiman untuk tujuan ini. Kemudian, pada waktu itu juga dia membaca beberapa kalimat yang dibaca Sulaiman, dalam buku ini.
Setelah waktu berjalan, banyak kalimat-kalimat dan mantra-mantra sihir yang dikutip dari buku ini. Mungkin buku inilah yang mengilhami penulisan buku yang berjudul Mafatihu Sulaiman, yaitu buku sihir yang populer pada abad pertengahan. Di Barat buku itu dikenal dengan judul Clavicule de Solomon.
Para penulis dalam berbagai zaman berbicara tentang buku-buku sihir yang dinisbatkan kepada Sulaiman. Pada abad kesebelas, seorang penulis Yunani bernama Michael Psellus berbicara tentang artikel tentang jin dan keistimewaan batu. Dia mengatakan bahwa penulisnya adalah Sulaiman Al-Hakim. Seorang sejarawan Britannia lainnya pada abad ketiga belas juga berbicara dalam sejarahnya tentang Amratur Manuel Comninus mengenai sebuah buku tentang sihir. Tidak diragukan lagi bahwa buku itu adalah buku Mafatihu Sulaiman seperti yang saya jelaskan di atas. Dia mengatakan bahwa buku itu berada di tangan Harun Ishaq, penerjemah amratur. Dia mengatakan bahwa orang yang membaca buku ini bisa menghadirkan berbagai macam bentuk jin dan setan.
Tampaknya buku itu telah pindah pada abad ketiga belas dari Brit¬ania ke negara Latin. Ada satu cerita menjelaskan bahwa seorang Paus Hanuriyus III, yang mengganti kedudukan Paus Inusan III tahun 1216 tetah menulis kembali isi buku tersebut.
Karena itu dia dituduh sebagai seorang pesulap dan penyihir. Di antara paus-paus lain yang dituduh seperti itu adalah Leo III, John XXI, dan Sylvester II.
Semenjak membaca buku tentang rahasia sihir itu, Tety selalu mendapatkan mimpi-mimpi yang aneh. Hal itu diceritakannya kepada Sang Penyair. Diantara mimpi anehnya itu ada sorang yang berpakaian putih-putih membisikkan sesuatu, katanya
“Tuhan sudah mati!!”
Suara itu berkali-kali sangat jelas, terdengar dari telinganya. Tiga hari kemudian mimpi lagi sepeti itu, tapi kali ini ucapannya lain.
“Tuhan telah bangki dari kematiannya”.
Pada malam minggu berikutnya, di dalam mimpi juga kata-kata lain.
“Tuhan sekarang ada tiga”
“Lucu nian, mimpi itu” kata Tety sambil tertawa indah sekali dalam tatapan mata sang Penyair. Ia merasa tepat alamatnya menanyakan hal itu kepada sang Penyair yang juga seorang mubaligh.
Sang Penyair menjawab bahwa ide tentang Tuhan mati, lalu dibuat patungnya, Tuhan beranak sehingga menjadi tiga. Ide-ide itu katanya berasal dari para penyembah berhala.
Ide itu berasal dari paham penyembah berhala bahwa Tuhan beranak pinak di bumi. Diberbagai wilayah dan kota-kota besar di kerajaan Romawi di luar Palestina orang menyembah “Tuhan beserta keluargannya” mulai dari Tuhan tiga sampai ratusan. Mereka menganggap bahwa setiap tindakan Tuhan menjadi oknum lain di samping Tuhan. Misalnya firman Tuhan menjadi oknum lain (Anak Allah) yang yang namanya Yesus. Tindakan Tuhan memberi hidup, menjadi oknum lain yang namanya Roh Kudus.
Tety bertanya lagi
“Siapa pencetus ide “Anak Allah (Tuhan)?”
Ide Anak Tuhan merupakan hal yang lumrah di masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa bangsa Israel adalah “Anak-anak Tuhan”. Bagi mereka istilah “Anak Tuhan” bukan untuk individu. “Anak Tuhan” dalam pengertian individu merupa¬kan paham penyembah berhala yang menganggap bahwa Tuhan beranak di dunia. (Tillich 1.968).
Sang Penyair yakin bahwa Tety tidak puas dengan jawabannya secara lisan, tentang mimpinya, “Kok Tuhan tiga”, lalu ia menghadiahkan lagi buku-buku tentang dialog Ketuhanan kepada Tety, diantaranya tentang adanya seorang Muslim yang murtad, gara-gara seringnya menerima mimpi tentang Tuhan Mati, Tuhan Hidup lagi dan Tuhan bertiga, yang disebut trinitas, orang Muslim yang murtad itu bernama “Hamran Ambrie”.
Hamran Ambrie dalam ceramahnya tanggal 22 Juli 1979 mengatakan bahwa Trinitas itu ada dalam Kitab Kejadian 1:1-4?
“Pada mulanya Allah (Tuhan) menciptakan langit dan bumi”. (Kejadian 1:1)
“…dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”. (Kejadian 1:2)
“Berfirrnanlah Allah…” (Kejadian 1:3)
Bukankah ayat-ayat diatas menggambarkan adanya Tuhan Allah, Firman (Yesus) dan Roh Ku¬dus yang bergotong royong mencipta alam semesta?
Itu hanya sekedar maunya Hamran Ambrie untuk menyesatkan umat. Bayangkan! Kitab Kejadian adalah kitab umat Yahudi mulai dari Nabi Musa sampai dengan Nabi Isa (Yesus). Mana ada nabi Yahudi yang pernah mengatakan bahwa ada yang namanya Yesus yang kemudian menjadi Logos lalu menjadi Tuhan, yang turun ke bumi mengambil bentuk manusia yang bergotong royong bersama Tuhan Allah dan Roh Kudus, menciptakan jagat raya ini. Ketika Yesus berkhotbah dari satu rumah ibadah ke rumah ibadah lainnya, beliau tidak pernah mengatakan kepada umatnya, bahwa beliau bersama Tuhan Allah dan Roh Kudus menciptakan alam semesta sebagaimana yang ditafsirkan oleh para pemuka Gereja. Sebaliknya Yesus secara transparan menyatakan bahwa bukan dia yang mencipta, tetapi Tuhan Allah satu-satunya pencipta.
“Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia, yang menciptakan manusia sejak semula menjadi¬kan mereka laki-laki dan perempuan” (Matius 19:4)
Dengan demikian pernyataan Hamran Ambrie bahwa Trinitas ada dalam Kitab Kejadian 1:1-4 adalah tidak benar.
Kitab Kejadian 1:3 mengatakan: “Berfirmanlah Allah (Tuhan) : ‘Jadilah terang”‘. Apakah Firman dalam ayat ini bukan berarti Yesus?
Siapa yang mengatakan demikian? Tidak seorang pun nabi dalam Perjanjian Lama yang mengatakan bahwa pada saat Tuhan berfirman, ada oknum lain yang ikut bersama Tuhan Allah mencipta alam semesta. Para nabi sebelumnya tidak pernah mengajarkan Logos filsafat Yunani. Apalagi mereka akan mengatakan bahwa yang berpartisi¬pasi dalam penciptaan jagat raya ini akan lahir dari rahim seorang perawan. Yesus sendiri tidak pernah mengatakan kepada siapa pun bahwa dia ikut bergotong royong dengan Tuhan Bapa dan Tuhan Roh Kudus menciptakan jagat raya ini yang kemudian diabadikan dalam Kitab Kejadian 1:1-3. Malah sebaliknya dengan tegas Yesus mengatakan bahwa Tuhan Allah sendirilah yang mencipta tanpa keterlibatan dirinya maupun Roh Kudus.
“Jawab Isa : ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadi¬kan mereka laki-laki dan perempuan?” (Matius 19:4)
Berdasarkan ayat ini, jelas bahwa yang dimaksud dengan firman adalah firman yang diucapkan Allah dalam menciptakan sesuatu, yakni: “Kun” (Jadilah).
Al-Qur’an dengan tegas menggambarkan bahwa Allah sebagai Khalik (Pencipta) menciptakan segala sesuatu termasuk Yesus melalui FirmanNya: “Kun” (Jadilah)
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.” (Ali Imran 3:59)
Setelah membaca buku yang amat serius itu, Tety menjadi sakit kepala.
“Apa tidak ada buku-buku humor?”, tanya Tety sambil senyum. Ia ingin bacaan yang lucu yang ringan-ringan saja karena ia Cuma mengajar anak-anak TK.
“Baiklah,” jawab Sang Penyair. “Tapi buku-buku humorku berbahasa Inggris. Kau boleh membaca terjemahannya saja okey?”.
Buku itu seukuran kantong saja yang ditulis oleh Nasraddin A. Paloh. Ini memang humor.

A tramp had been trying all the homes in Kebayoran Baru for a hand out, but to no avail. All the women were far too elegant to help out a poor starving tramp. However, he finally came to a house where the woman invited him in and prepared an elegant meal, which she served herself As she was dressed only in a negligee, each time she bent over to serve a course, the tramp could not help but see her breast and several times her hairy cunt. Consequently, all during the meal he had an erection, which insisted on showing itself through the various holes in his trou¬sers. Each time it popped out he would push it back only to have it come through an¬other aperture;¬
That night at the gymnastic club, the ladies of Kebayoran Baru were discussing the day’s happenings. “A terrible tramp came to my door today. but I chased him away with a broom stick ” said one. “Was he tall husky, raggedy fellow? ” asked another ” “Did he have red hair? “asked the philanthropic lace who had fed the tramp. “Yes. ” all the others answered in unison. “The beast did have red hair. ” Well. ” said our great souled friend, “I’ve never seen a beast with so many cocks before in my life.

Seorang cowok gelandangan mencoba mendatangi semua rumah di Kebayoran Baru minta bantuan warga setempat untuk memberi makanan padanya, namun tidak berhasil. Semua cewek di sana terlalu elegan untuk membantu seorang gelandangan miskin yang kelaparan. Meskipun demikian, akhirnya dia tiba di sebuah rumah cewek yang mengun¬dangnya masuk dan menyiapkan makanan yang cukup mewah, dimana cewek itu sendiri yang menghidangkannya. Oleh karena cewek itu berpakaian super mini sangat seksi, setiap kali dia membungkukkan diri saat meng¬hidangkan makanan, si cowok tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke payudara dan ke bagian yang empuk dan berambut milik wanita itu. Akibatnya, sepanjang waktu makan “ulamya” si cowok bangkit, dan terus mencoba – nongol dari semua lubang celana panjangnya. Setiap kali kepalanya nongol, dia men¬dorongnya kembali masuk, namun keluar lagi dari lubang yang lainnya. Malam itu di klub senam, pare cewek yang berada di situ asyik membicarakan kejadian harian yang dialami mereka. “Seorang cowok gelandangan yang seram datang ke pintu rumahku siang tadi, namun kukejar pakai sapu,” kata salah seorang “Apakah orangnya kurus tinggi dengan pakaian kumal?” tanya yang lainnya. “Kenapa? Dia itu seperti bajingan yang saya usir. “Apakah rambutnya merah?” tanya seorang wanita filantrofis yang telah memberi makan cowok itu.”Ya, benar” jawab semua cewek serentak. “Bajingan itu memang berambut merah”. Yah” kata cewek yang suka membantu orang itu, “Aku belum pernah melihat bajingan yang ‘anu’nya begitu banyak sebelumnya seumur hidupku”.

Habislah sudah waktu tukar-tukaran hadiah berupa buku kaset dangdut dan lagu Melayu. Pendekatan, pokok benar-benar terjadi dan makin akrab. Mereka kini sudah sama-sama 100% ingin cepat menikah. Waktu sudah berjalan 4 bulan. Berarti 2 bulan lagi Misman Abang kandung Tety akan dilantik. Di saat itu juga acara syukurannya akan serentak dengan hari pernikahan Sang Penyair dan Tety.
Tapi apa yang terjadi pada bulan kelima terjadi sesuatu yang aneh. Kompleks TK Berdikari, tempat tinggal Tety, dipenuhi oleh banyak kendaraan Vespa dan Honda, yang dibentuk melingkar, seakan-akan menghambat orang lewat. Rupanya Sarono datang bersama 11 orang preman lainnya menyeeret Tety ke kamar mandi di belakang. Sedangkan Sang Penyair duduk aneh di pintu yang terbnuka. Entaj apa yang terjadi.
Setengah jam kemudian, kesebelas orang itu menghilang. Muncullah Sarono lewat depan Sang Penyair, mengambil vespanya. Keduanya tidak saling sapa, karena tidak kenal.
Rupanya Tety diperkosa oleh banyak orang tapi yang paling pertama adalah Sarono. Tak lama kemudian muncul Tety dari belakang. Bajunya basah semua.
“Ada apa Tety”.
“Jatuh di bak mandi:, jawab Tety.
Tapi lehernya kelihatan merah-merah dan rambutnya acakacakan. Hari itu hari Minggu, tidak ada teman Tety di Asramanya. Pak Lurah tetangganya juga tidak di rumah semua kompleks TK itu sunyi sepi dan kosong.
Hari kelihatan akan hujan, Tety bersembunyi di dalam kamar.
“Besok kita ke rumah Bang Salah Tety?”. Tanya Sang Penyair, dengan maksud menghibur.
“Sekarang tidak ada lagi ceritanya jalan-jalan Bang:, jawab Tety.
“Ada Apa?”
“Abang tahu sendirilah, pokoknya kita tidak bisa bersama lagi”.
“Kenapa sayang?”
“Abang tanya saja diri Abang sendiri”.
Kata-kata Tety itu penuh dengan suara emosi. “Apa salahku?”.
“Abang tak salah, aku yang salah”.
Sang Penyair masih ingin membujuk Tety, tapi hari sangat mendung, hitam kelam. Tidak sopan seorang sarjana agama mubaligh lagi berada di tempat itu. Tety sedang tidak berteman.
Dengan berlagak seperti orang benar-benar alim Sang Penyair yang malang minta permisi pulang, tapi ingin menyampaikan kata-kata lain. Belum lagi kata-kata sampai ke ujung, sudah dipotong oleh Tety.
“Pokoknya tidak, tidak, titik”, jangan bicara apa-apa lagi, pergilah, pergi-pergi”.
Hujan turun Sang Penyairpun pergi, menuju rumah sewaannya di sebeleh Mesjid di Kecamatan Sukajadi Pekanbaru.
Bagaikan mendengar gelegar petir di tengah hari Sang Penyair hampir tak percaya. Ia tidak tahan berkali-kali kehilangan orang yang tersayamg. Padahal di dalam hatinya berenyut hebat, rasa rindu, oh rindu.
Apakah kata rindu yang sudah aku ucapkan sudah tidak berarti lagi bagimu? Apakah memang aku sudah tidak berhak lagi mengungkapkan apa yang aku rasakan padamu? Apa yang menjadi salahku sehingga kamu berbuat seperti itu, membiarkan kata rindu berlalu begitu saja seperti angin menghempaskan wangi melati pada alam, tanpa kata yang seharusnya engkau ucapkan.
Orang yang sudah begitu berjasa memulihkan rasa percaya diriku, orang yang sudah begitu baik menemani aku dalam kesendirian, meski begitu banyak episode baru yang aku rasakan sebagai batu sandungan, yang terkadang membuat kita hanya berdiam diri tanpa sebab dan tanpa ending.

(kala kata tak lagi bermakna hanya doa yang
kan basuh segalanya – teruntuk yang
terindah ………… when everything silent)

Kapalku retak di dermaga pecah di tengah samudera kandas di depan pulau harapan.
Pagi ini nampak embun manarikan kilauannya di atas dedaunan. Sementara itu ada hati yang membeku menanti satu musim berganti. Per¬jalanan panjang telah membuatnya letih namun tak terasa kala bayangannya berkelebat mendayu¬kan kepingan hati.
Hari masihlah pagi. Tak seharusnya kebekuan itu hiasi diri. Tapi apalah daya? Kekuatan yang ada harus goyang hanya karena waktu yang ber¬kepanjangan tak jua memberi kesempatan untuk saling menampakkan diri.
Andai aku burung, mungkin aku sudah ter¬bang ke sana, ke tempat di mana aku bisa me¬rasakan kedamaian, di tempat di mana aku bisa menyandarkan peluhku, di tempat di mana aku bisa merasakan kehangatan. Tapi semua hanya¬lah angan, yang ada hanya keterpakuan meng¬harap segera berlalunya waktu, mengharap ke¬hadiranmu.
Mentari kini mulai memainkan cahayanya. Tetes embun satu per satu, menghilangkan diri, tapi rasaku tak jua usai. Aku tetap berdiri dalam penantian.
Musim kini berganti sudah. Usaikah peng¬harapan dan penantianku?
Bagai terhunus pedang bertuan aku memekik. Harapanku menjadi kenyataan. Penantianku terjawab. Tambatanku ada di depanku bersama dia yang lain!
Enyahlah sudah tambatanku. Janji itu tak lagi seindah harapan. Semua hanya fatamorgana. Aku masih tetap berdiri menyaksikan bergulirnya sang waktu di antara musim yang berkejaran.

Sang Penyair hanya mengatakan,

“Bukan salah bunga lembayung
salahnya pandan, menjelita.
Bukan salah ibu mengandung
Salahnya badan yang buruk pintya”.

Apa yang salah padaku sehingga kamu meninggalkanku. Apa yang lebih darinya sehingga kamu memilihnya. Apakah dia terlalu baik di¬bandingkan aku? Karena yang sebenarnya aku tahu, cintanya tak setulus cintaku dan aku pun yakin tak ada yang bisa meniberikan cinta seperti ini padamu.
Kenapa, setelah sekian lama kita merekatkan jemari, kau nyatakan bahwa kita tak sejalan. Ke¬napa tidak sejak dari dulu kau nyatakan itu? Apakah hanya karena kehadirannya kau katakan semua itu kepadaku? Apakah hanya karena ketakmampuanku menanggapi kegalauan ini semua berakhir dalam nestapa.
Apa yang salah? Tidak berartikah diriku untukmu? Apa arti pengorbanan yang selama ini telah aku lakukan untukmu? Apa makna ucapan manismu di masa lalu? Cintamu yang meng¬gunung, rasamu yang seluas samudera ternyata hanya sebatas kata. Semua kini nampak ke permukaan bahwa kamu tak memiliki cinta untuk¬ku. Namun apakah memang benar adanya? Apa¬kah cintamu untuku telah terkikis hanya karena dirinya? Jika memang benar adanya aku pun tak mau lagi berharap banyak padamu.
Kini aku yakin bahwa aku tak pernah salah mempunyai rasa cinta yang begini dalam. Walau pedih menikam jantungku, namun cinta ini masih utuh untukmu. Dan karena cinta pula aku relakan dirimu beranjak dariku Aku rela kau rekatkan jemarimu bersama yang lain. Biarlah cinta ini aku rasakan sendiri. Biarlah rasa ini aku tambatkan pada keabadian jelaga hati.
Aku hanya mampu tersenyum dalam duka. Aku hanya mampu herkata bahwa cintamu memang tak pantas untukku. Tapi cintaku tak per¬nah seperti itu, cintaku selalu layak untuk siapa saja yang mau mencinta dengan setulus hati.
Malam bergulir manja mengikuti putaran. Aku bergelut menahan rasa. Kerinduan ini tak mampu tertahankan. Meski terasa sakit namun rasa itu makin berkobar. Aku tak mampu me¬nahannya dan aku pun tak mampu membuatnya kembali mekar. Biarkan mengalir dalam desahan cinta.
Kala cintaku makin merajai ragaku, aku pun makin tak kuasa. Aku akui hari ini aku begitu mendambamu, namun akupun mengelak untuk menjadikan satu pertemuan denganmu. Aku tak mau kau hadir di hadapanku dengan setengah cinta.
Cintaku telah kau bawa pergi. Cintamu masih tertambat. Kemana harus kulabuhkan dayung asmara, sementara nakhoda telah menepi dalam layar yang lain.
Semenjak kejadian itu, bayangan Tety yang di bonceng seorang laki-laki, selalu melintas di hadapanku.
Zrepp …. Dadaku terkesiap. Kepalaku tertahan, bahkan tubuhku ikut bergeser. Mataku menatap tak berkedip, juga perempuan di hadapanku. Ia terkejut, kami saling beradu pandang dan tak berkata sepatah kata pun.
Napasku naik turun, ada rasa yang berdesak, yang selama ini selalu ada, namun selalu tersimpan dan tak pernah tertumpahkan. Hari ini, jam ini, detik ini, ia seperti mendapat celah untuk meluapkannya. Tubuhku bergetar, sementara perem¬puan di depanku itu, bibirnya bergetar. Seperti ada sesuatu yang ingin diucapkannya, namun tertahan. Tak lama matanya berkaca-kaca, lalu menetes, mengalir, deras, sangat deras. Aku tak tahan melihatnya.
Kemudian bayang-bayang itu pergi berlalu, begitu saja. Tidak ada satupun yang dapat kuperbuat.
Sang Penyair sekali mencoba sekali lagi berkujung ke rumah Tety dan nekad mengatakan.
“Aku rela menerima, apapun yang terjadi pada dirimu”.
“Benar ni Bang?, kata Tety. .
“Ya benar”
:Nggak usahlah, aku tak mau lagi”.
Mendengar ucapan itu, hati Sang Penyair menjerit-jerit. Sudah beberapa kali cinta berlalu. Kini aku mengerti bahwa Tety tidak bisa diapa-apakan lagi. Aku harus rela melepaskannya. Kata-kata yang akan kuucapkan, sudah habis.
“Semoga mentari tetap erat menyambutku dan semoga angin takdir membawaku berdansa bersama gumintang-dawaipun kembali bernyanyi mengisaratkan sebentuk instrumen penuh cumbuan dalam.
Seolah habis kataku saat ini, seolah enyah jiwa¬ku detik ini, tak dapat mata hatiku berucap …. semua seolah hilang. Aku hanya mampu ter¬duduk. Aku kini ada disini, khayalku menerawang jauh. Apa yang mesti aku curahkan dalam tarian tanganku nan eksotis. Semuanya mengalir begitu saja, tanpa alur namun nampak arah yang dituju. Sebagaimana hidup yang aku jalani di situlah alur dipertemukan bersama jiwaku. Yach! alur jiwaku dalam kehidupanku mengalir begitu saja, lepas dalam keagungan-Nya, aku pasrah dalam dekapan Sang Illahi, jiwaku bertafakur mengharap pada ridho-Nya. Kuhabiskan kisah di detik ini, kucurahkan jubah cintaku dalam jiwa di bathinku. Biarlah semua ini mengalir sebagai jalinan dari setiap episode kehidupanku. Semoga alur yang ada pun akan memberikan makna diri yang paling agung. Semoga alur selanjutnya menjadikan ceritra hidupku kian tebarkan pesonanya dalam keagungan hati dan kesucian jiwa di antara jubah cinta yang ditebar.
Enam bulan kemudian, Sang Penyair mendapat berita bahwa Tety Haryati, sudah meninggal dunia bersama dengan bayi yang dikandungnya. Jenazahnya dikuburkan di pemakaman umum di Sigunggung Labuh Baru Barat, pinggiran Kota Pekanbaru. Tapi ia sempat menikah dengan Sarono, yang pernah memperkosanya ramai-ramai. Ada yang mengatakan Sarono itu sendiri yang membunuhnya.
Bagai mendengar gelegar petir. Refleks aku menggenggam tangan. Aku tak percaya, aku tak percaya! Tidak mungkin melakukannya. Aku tahu, Sarono begitu mencintai Tety, terlebih kepergiannya tentu telah membuat hati ku merasa kehilangan. Tak mungkin sayang itu diusir.
“Aku salah dengar,..”
“Tidak…, , tidak…! , memang Aku benar-benar tak berguna.”
Kini hatiku serasa tersayat sembilu. Kesedihan dan kepedihan menoreh-noreh. Tak tega aku melihat tubuh mungil yang manja itu menderita. Tidak…, adikku! Kau tak boleh Mati seperti itu, Sarono terlalu ganas untuk gadis manis sepertimu.
“Dik…, katakan padaku, Kenapa dia begitu tega?”
Misman menatapku lagi. Aku melihat ada rasa takut dalam pancaran matanya.
Bumi serasa dilanda gempa. Diikuti suara guruh gunung yang akan memuntahkan lava. Tak bisa kugambarkan rasa apa yang kini berkecamuk di hatiku. Antara marah dan sedih. Antara murka dan iba. Kepalaku menunduk. Genggamanku mengendor. Antara rasa jijik dan keinginan menamparnya, serta kasihan dan ingin memeluknya, begitu campur aduk.
Langit biru, berhias awan-awan putih. Matahari mulai bulat memerah di ufuk timur. Pagi ini, aku sengaja kembali datang ke pekuburan. Menyaksikan gundukan merah yang masih basah.
“Hikmah kadang diambil dari peristiwa yang amat menyakitkan dan menyedihkan. Adikku…, tak ada yang bisa kuperbuat untukmu, kecuali memohon agar Allah mengampuni segala dosamu.”
Selamat jalan Tety Haryati,
Engkau pergi untuk selamanya
Do’a Untuk Arwahmu

Aku Sang Penyair hanya mampu membuat puisi-puisi do’a untuk arwahmu

Kupersembahkan apa yang bisa aku persembahkan pada jiwa dan jubah cintaku. …
Karena lewat dimensi batin aku mampu merasakan anyaman hari

Ku persembahkan apa yang mampu aku haturkan pada Sang Gusti….Illahi Rabbi karenanya aku mampu tetap menjaga apa yang semestinya aku jaga

Ku persembahkan apa yang memang pantas aku berikan pada jiwa lain yang selama ini hadir menghiasi tapak kakiku …. karenanya aku mampu terus berdiri tegar dalam melangkah … bersamanya aku merasakan ada celah dalam meraih satu impian, kini jiwa dan jubah cintaku mampu melayang dalam kedamaian alam barzah terimakasih atas segalanya.
Tak ada yang tebaik di dunia ini selain ketulusan tanpa kepalsuan dalam mencerna tiap jengkal yang sudah, sedang dan telah dijalani dalam kehidupan ini.

Oh Sang Gusti Ilahi Rabbi pertemuan dan perpisahan takkan kusesali. Semuanya sudah diatur di dalam takdirmu pada azali.

Aku masih mengenang
Lembah Bukit Ranah Singkuang
Di seberang Sungai Kampar, badan terbuang.
Di sanalah cinta pertamaku yang hanya indah untuk dikenang
Hati pernah bertaut, ketika mata saling memandang.

(Panutan antara cinta dan jiwa adalah bagian dari kerangka hidup, tanpa raga akan terasa hampa, tanpanya reduplah cahaya diri, dengannya ada damai kala tertancap pada alur yang semestinya …. dengannya pula hidup akan semakin menampakkan makna)

Oh dunia, membuat aku terlena keindahannya membuat aku terpesona kegagalan cinta membuat aku merana.